Rabu 14 Feb 2018 08:30 WIB

Para LSM yang 'Senafas' dengan Dubes Penentang Pidana LGBT

Mereka juga menentang perluasan pidana LGBT dan zina dengan alasan urusan privat

Ilustrasi pendukung komunitas LGBT
Foto: Reuters
Ilustrasi pendukung komunitas LGBT

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sejumlah duta besar negara eropa untuk Indonesia telah berupaya ‘menolak’ perluasan pasal zina dan Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender (LGBT) di revisi UU KUHP. Lalu adakah LSM di Indonesia yang juga berusaha menggagalkan perluasan ini?.

Anggota Panja Revisi UU KUHP, Nasir Djamil menyebut bahwa ada juga sejumlah lembaga HAM dan Perempuan yang juga menentang perluasan pasal zina dan LGBT. "Para duta besar ini menyuarakan apa yang sudah disuarakan pegiat LSM yang sudah bicara sama,” kata Nasir Djamil, Rabu (13/2).

Nasir menyebut bahwa LSM yang menentang perluasan pasal pidana LGBT maupun pasal zina, memang punya ‘tugas’ seperti itu. Dijelaskannya, ada pertemuan orang-orang maupun lembaga yang menyebut dirinya pegiat HAM di Yogyakarta. Pertemuan ini yang menghasilkan 'The Jogjakarta Principal' yang menjadi pedoman bagi mereka.

Sehingga saat memberi masukan soal perluasan pidana LGBT maupun zina, mereka menentangnya. "Sikap mereka adalah bahwa pidana LGBT itu hanya dikenakan pada mereka yang melakukannya terhadap anak di bawah umur. Jika dilakukan orang dewasa maka bukan tindak pidana,” papar Nasir.

Nasir menjelaskan mayoritas fraksi sudah menyepakati perluasan pasal pidana LGBT dan zina. "Kami ingin sampaikan ke teman-teman pegiat HAM bahwa Indonesia adalah negara yang Berketuhan. Kedua, hak asaasi orang lain juga harus dibatasi dengan UU. Ini juga dalam rangka menghormati hak orang lain. Gak bisa semau gue juga,” ungkapnya.

Pada saat pembahasan revisi UU KUHP, sejumlah duta besar negara uni eropa di Indonesia ternyata telah menemui Komisi III DPR. Mereka mencoba untuk ‘menghalangi’ dimasukannya sejumlah persoalan moralitas, seperti zina, LGBT.

 

Baca: Ada Gerakan Para Dubes Menentang Perluasan LGBT

“Mereka mempertanyakan sejumlah hal terkait Revisi UU KUHP. Mereka khawatir persoalan susila ini masuk dalam ketentuan formal (diatur lebih luas dalam revisi UU KUHP, Red),” kata Nasir kepada Republika.co.id, Selasa (13/2).

Seperti diketahui, Panja Revisi UU KUHP akan memperluas pidana dalam persoalan LGBT dan Zina. Pasal yang diperluas di antaranya pidana zina tidak hanya dikenakan pada pelaku yang sudah menikah saja. Tetapi juga dikenai kepada pelaku yang masih bujangan/gadis.

Sementara dalam hal LGBT, pidana juga dikenai pada pelaku LGBT yang sudah dewasa. Mereka akan dikenai pidana jika masuk ke unsur-unsur pidana. Seperti: melakukan perbuatan LGBT di tempat umum, mempublikasikan, melakukan dengan ancaman.

Para duta besar itu, menurut Nasir, memberi masukan agar tidak mempidanakan masalah-masalah tersebut.  "Mereka (para duta besar, Red) bilang kalau Indonesia itu negara toleransi dan demokrasi, supaya jangan mengatur hal-hal privat,” kata Nasir. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement