Jumat 09 Feb 2018 08:08 WIB

Pers Diimbau Terus Sebarkan Jurnalisme Damai

Tantangan terbesar jurnalisme saat ini banyak munculnya berita palsu atau hoaks.

Anggota Dewan Pers Nezar Patria.
Foto: YouTube
Anggota Dewan Pers Nezar Patria.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pers atau media memiliki sejarah panjang dan andil besar dalam membangun Republik Indonesia ini. Untuk itu media harus bisa mewujudkan jurnalisme yang damai dengan menyebarkan informasi yang benar kepada publik agar persatuan bangsa ini dapat terjaga dengan baik.

“Pers harus memahami kontrak sosial politik yang dilakukan bangsa Indonesia yakni memegang Pancasila dan UUD 194 sebagai landasan dan pedoman hidup. Juga memahami pergerakan perjuangan nasional dengan selalu bersama-sama dalam membangun dan memperkuat persatuan bangsa,” ujar anggota Dewan Pers, Nezar Patria, kepada wartawan, Kamis (8/2).

Dikatakan Nezar, tantangan terbesar jurnalisme saat ini yakni banyak munculnya berita palsu atau hoaks. Pasalnya, hoax saat ini telah memasuki ranah dimana publik biasa mendapatkan atau mengkonsumsi  informasi. 

“Apalagi dunia internet sekarang ini ada banyak media-media baru yang muncul yang berawal atau bekerja seakan-akan mereka adalah media jurnalistik. Tetapi kalau kita lihat produknya secara seksama itu tidak memenuhi standar jurnalisme yang profesional dan tidak memenuhi kode etik jurnalistik,” ujar pria kelahiran Sigli, 5 Mei 1970 ini.

Dirinya mencontohkan sekarang ini banyak media yang memang muncul untuk mengacaukan informasi, mendistorsi informasi dengan motif-motif tertentu. Seperti media yang memang berupaya menggalang opini yang salah tentang suatu hal, lalu ada juga media yang punya tujuan yang ingin menggoyang NKRI atau menggoyang sendi-sendi fundamental hubungan berbangsa dan bernegara seperti isu SARA.

“Ini yang selama ini harus kita cermati dan berbahaya. Tentu saja hoax atau berita palsu itu tidak pernah sejalan dengan jurnalisme damai. Padahal jurnalisme damai itu menginginkan para pembaca dengan menyimak karya-karya jurnalisme damai dimana pembaca ingin  mendapatkan perspektif yang mendinginkan konflik, mendapat perspektif yang lebih luas bahwa konflik itu merugikan banyak pihak,” imbuh Nezar.

Menurutnya, dengan adanya berita hoaks termasuk media yang memuat konten radikal yang beredar di masyarakat, tentunya akan membuat hubungan antar kelompok itu menjadi rusak. Korban dari berita hoaks itu bukan hanya kedua belah pihak yang berkonflik saja, tetapi juga mereka yang tidak terlibat.

Ketika ditanya apa yang harus dari Dewan Pers untuk melakukan penindakan terhadap media yang memuat konten radikal atau membawa isu SARA, Nezar mengaku kalau sesuai dengan amanah Undang-undang Pers dan juga konstitusi negara kita, Dewan Pers  tidak punya hak untuk melarang kegiatan-kegitan yang dilakukan oleh warga negara dalam menjalankan dan mengungkapkan kebebasan mereka dalam berpendapat.

“Namun yang harus dicermati adalah pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan dan justru merugikan kebebasan berbicara dan berpendapat,” ucapnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement