Selasa 13 Feb 2018 17:06 WIB

KPK Periksa Direktur Teknik Garuda Indonesia

Penyidik KPK kembali memanggil sejumlah saksi terkait kasus suap pembelian pesawat.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Bayu Hermawan
Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan suap pembelian pesawat Airbus dan mesin pesawat Rolly-Royce di PT Garuda Indonesia. Penyidik KPK kembali memanggil sejumlah saksi pada hari Selasa (13/2) ini, diantaranya Direktur Teknik PT Garuda Indonesia(PT GI) Hadinoto Soedigno.

"Yang bersangkutan akan diminta keterangannya sebagai saksi untuk tersangka ESA(Emirsyah Satar)," ujar Kabiro Humas KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Selasa (13/2).

Selain Hadi, sambung Febri, penyidik KPK juga memanggil dua saksi lainnya yakni, Capt. Wahjudo selaku pensiunan Pegawai PT GI, dan Victor Agung Prabowo selaku pegawai PT GI. Sejauh ini, KPK telah menetapkan dua orang tersangka dalam kasus dugaan suap pembelian pesawat dan mesin pesawat Airbus A330-300 milik PT Garuda Indonesia.

Dua tersangka tersebut adalah mantan Dirut PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar dan Beneficial Owner Connaught International Soetikno Soedarjo. Namun, keduanya belum dilakukan penahanan oleh KPK. Dalam kasus ini, Emirsyah diduga telah menerima suap dari perusahaan mesin Rolls Royce terkait pengadaan mesin A330-300. Suap tersebut diberikan Rolls Royce kepada Emirsyah dalam bentuk uang dan barang melalui perantara Soetikno Soedarjo.

Atas perbuatannya, Emirsyah Satar disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun ditambah dengan pidana denda paling sedikit Rp200 hingga Rp1 miliar.

Sementara Soetikno Soedarjo selaku pihak pemberi disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta hingga Rp250 juta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement