REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet) menyampaikan bahwa revisi Undang-undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) sudah sesuai dengan tata tertib dan ketentuan yang berlaku. Bahkan, sebelum disahkan sudah melalui proses pembahasan bersama dengan Pemerintah, termasuk Pasal 122 tentang upaya merendahkan kehormatan parlemen.
"Kalau ada pihak-pihak yang tidak puas, dapat mengajukan keberatan ke Mahkamah Konstitusi sebagai Lembaga Negara yang berhak menentukan suatu Undang-undang bertentangan atau tidak dengan Konstitusi," jelas Politikus Partai Golkar, Selasa (13/2).
Menurut Bamsoet sejumlah ada beberapa pasal yang menjadi perbincangan pascapengesahan Undang-undang MD3. Yaitu, Pasal Pasal 245 terkait pemeriksaan anggota DPR yang terlibat tindak pidana, Pasal 73 mengenai pemanggilan paksa, dan Pasal 122 tentang penghinaan terhadap parlemen. Pasal yang disebut terakhir, kata Bamsoet, merupakan hal yang wajar dicantumkan dalam revisi Undang-undang MD3.
"Pasal 122 tentang kritik terhadap parlemen, itu wajar mengingat di beberapa negara ada pasal sejenis yakni untuk menjaga kewibawaan lembaga negara seperti di peradilan (contempt of court) dan di DPR RI atau contempt of parliament," jelas mantan ketua Komisi III DPR RI itu.
Sebelumnya, meski diwarnai walk out dua fraksi, yaitu PPP dan Partai Nasdem Paripurna DPR RI tetap mengesahkan revisi Undang-undang No.17/2014 tentang MD3 sebagai undang-undang, pada Senin (12/2) kemarin. Aksi walk out itu dikarenakan adanya sejumlah pasal kontroversial, salah satunya adalah pasal 122 Undang-undang MD3 yang mengatur bahwa pengkritik anggota dewan dapat dipidana.
Berikut bunyi Pasal 122 huruf K UU MD3 yang baru disahkan:
"Mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR."