REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus Partai Golkar Agun Gunandjar Sudarsa mengaku pernah minta jabatan ke mantan ketua DPR, Setya Novanto. Hal itu diungkapkan Agun saat menjadi saksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (12/2).
"Karena saya berharap ingin jadi pimpinan, tapi ternyata yang didapat jadi pengurus partai pun tidak, pengurus apa pun tidak. Sudahlah saya (di)beri jabatan Ketua Komisi III, saya minta pertolongan (Pak Setya Novanto), yang ada saya malah jadi anggota Komisi II," kata Agun dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Agun menjadi saksi untuk Setya Novanto yang menjadi terdakwa dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadan KTP elektronik (KTP-el) yang merugikan keuangan negara senilai Rp 2,3 triliun. Setya Novanto juga pernah menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar.
Agun yang sudah menjadi anggota DPR sejak 1997 itu mengaku belum pernah menduduki jabatan pimpinan di DPR maupun di partai pascakepemimpinan Akbar Tanjung. "Saya zaman Pak Akbar Tanjung wakil ketua fraksi punya jabatan, begitu masuk Pak Jusuf Kalla nggak punya apa-apa, caleg pun nomor 4. Masuk lagi Aburizal Bakrie sebagai senior saya minta tolong ke Pak Nov, 'Pak, bapak ketua fraksi, saya sangat senior, saya mohon betul jadi ketua di Komisi III," jelas Agun.
Agun saat ini diketahui adalah ketua panitia khusus (pansus) DPR untuk KPK. "Jadi saya memang tidak terlalu berperan (untuk KTP-el). Saya ingin ungkapkan itu," ucap Agun.
Namun, sebagai Ketua Komisi II sejak Januari 2012, Agun juga dititipi pesan oleh Setnov mengenai pengadaan KTP-el. "Pak Nov hanya menyampaikan singkat, mengapresiasi pengadaan KTP-el, hanya dikatakan agar tetap dikontrol, diawasi, jangan anggota DPR cawe-cawe dan sebagainya, supaya proyek ini sukses, dan memang kita keras fungsi pengawasan," jelas Agun.
Agun dalam sidang juga mengaku sempat bertemu dengan pengusaha Andi Narongong yang sudah divonis delapan tahun tahun penjara dalam perkara yang sama. "Pernah sekali di lantai 12 bertemu, di ruangan fraksi partai Golkar karena hari itu hari Jumat, hari fraksi terbuka bagi siapapun untuk makan siang dan silaturahim, biasa jumat kalau fraksi kumpul, ngobrol, makan siang," jelas Agun.
Dalam perkara ini Setnov diduga menerima 7,3 juta dolar AS dan jam tangan Richard Mille senilai 135 ribu dolar AS dari proyek KTP-el. Total kerugian negara akibat proyek tersebut mencapai Rp2,3 triliun.