Sabtu 10 Feb 2018 19:01 WIB

Murid Tersangka Pembunuh Guru Dititipkan di Lapas Dewasa

Keterbatasan fasilitas jadi penyebab MH tidak ditahan di lapas khusus anak.

Massa dari PGRI, KAHMI, HMI dan siswa se Madura melakukan salat gaib untuk mendiang Ahmad Budi Cahyanto guru SMAN 1 Torjun yang tewas dianiaya siswanya saat aksi solidaritas Duka Budi Duka Kita di depan Polres Sampang, Jawa Timur, Sabtu (3/2).
Foto: Antara/Saiful Bahri
Massa dari PGRI, KAHMI, HMI dan siswa se Madura melakukan salat gaib untuk mendiang Ahmad Budi Cahyanto guru SMAN 1 Torjun yang tewas dianiaya siswanya saat aksi solidaritas Duka Budi Duka Kita di depan Polres Sampang, Jawa Timur, Sabtu (3/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Putu Elvina mengatakan MH, tersangka penyebab meninggalnya guru seni Achmad Budi Cahyanto di Sampang, Madura, kini ditahan di lembaga pemasyarakatan dewasa. MH tidak ditahan di ruang tahanan khusus anak karena keterbatasan fasilitas.

"Memang kondisi LPKA (Lembaga Pembinaan Khusus Anak) tidak tersedia di semua provinsi," kata komisioner bidang Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) KPAI Putu di Jakarta, Sabtu (10/2).

Penitipan MH di lapas dewasa itu dilakukan selama proses penyidikan berlangsung karena tidak mungkin menahan anak di kantor polisi. MH sendiri saat ini berada di blok tahanan tersendiri atau terpisah dari blok dewasa di rumah tahanan. Maka, Putu mendorong pemerintah mempertimbangkan untuk membangun fasilitas tahanan khusus anak di setiap provinsi.

"Kementerian Hukum dan HAM harus memastikan fasilitas tersebut tersedia di semua provinsi mengingat angka anak yang berhadapan dengan hukum terus meningkat," kata dia.

Putu mengatakan, KPAI juga terus mengawal kasus tersebut agar sesuai dengan UU Sistem Peradilan Pidana Anak agar proses hukumnya berjalan sesuai aturan yang berlaku. Dari awal, KPAI mengawasi dan berkoordinasi dengan pemangku dan pendamping di daerah agar proses hukum MH berjalan dengan baik.

Sementara itu, seiring dengan proses hukum MH yang juga siswa SMAN 1 Torjun (SMATor) itu terjadi sejumlah unjuk rasa simpati terhadap almarhum guru Budi. Mengenai hal itu, Putu melihatnya sebagai hal wajar karena menjadi hak konstitusional setiap warga negara. Hal itu sangat manusiawi sebagai bentuk kemarahan atas kejadian tersebut.

Sebuah catatan penting dari kasus MH itu adalah menjadi pengingat siapa saja bahwa terdapat persoalan pengasuhan masa kini yang mengalami kerentanan. "Kasus itu menyisakan tamparan atas eksistensi bagaimana tergerusnya pola pengasuhan anak, tertatihnya pembangunan karakter dan akhlak generasi penerus serta sedikitnya panutan positif yang kita suguhkan di hadapan anak-anak kita," kata dia.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement