REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam kurun waktu 2012-2017 bersama mitra telah menyelamatkan lebih dari 250 orang utan Kalimantan. Penyelamatan dilakukan baik dengan mengevakuasi ke pusat penyelamatan orang utan maupun dipindahkan ke habitat yang lebih aman.
Sampai Desember 2017, jumlah orang utan yang sudah dilepasliarkan maupun translokasi sebanyak 726 individu, sementara yang ada di pusat rehabilitasi sebanyak 1.059 individu.
Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), Wiratno mengatakan, berdasarkan Population and Habitat Viability Assessment (PHVA) orang utan tahun 2016 menunjukkan populasi orangutan Kalimantan hampir 80 persen tersebar di luar Kawasan Konservasi, diperkirakan terdapat 57.350 individu orangutan Kalimantan.
Keterancaman orang utan di Kalimantan merupakan indikasi keterancaman habitat dan ekosistem, dimana jutaan masyarakat turut hidup di dalamnya. Tingginya kejadian konflik antara manusia dan orangutan menyebabkan korban di kedua belah pihak, bahkan sering berakhir dengan kematian orang utan.
"Ancaman utama terhadap orang utan terindikasi dari banyaknya konversi dan fragmentasi habitat, terutama untuk pertanian dan ekspansi kelapa sawit. Untuk pengawasan atau perlindungannya memerlukan partisipasi berbagai pihak," kata dia.
Saat ini terdapat 10 Pusat Penyelamatan/Rehabilitasi Orangutan Kalimantan dan dua Pusat Penyelamatan/Rehabilitasi Orang utan Sumatera. Orang utan yang dievakuasi ke Pusat Rehabilitasi umumnya adalah mereka yang berada dalam kondisi luka/lemah atau masih bayi yang kehilangan induknya.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, telah mengamanatkan orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) dikategorikan sebagai satwa dilindungi. Species orangutan termasuk dalam Appendix I CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild and Fauna) yang berarti orangutan tidak boleh diperdagangkan.
Untuk itu, KLHK terus mengajak para pemangku kepentingan untuk memberikan perlindungan, dan tidak melakukan tindakan yang dapat mengancam keselamatan orangutan. Pemantauan individu, populasi dan habitat orangutan di wilayah kerja/areal konsesi/kebun/tanah milik juga harus dilakukan. Nantinya, jika terjadi gangguan maupun konflik dengan orangutan, segera berkoordinasi dengan instansi/lembaga terkait.
"Atau menghubungi pusat bantuan jika menemukan orangutan diluar habitatnya atau terjadi konflik orangutan atau satwa liar lainnya," ujar dia.