Jumat 09 Feb 2018 08:54 WIB

Ganjar dan Pusaran Kasus Korupsi KTP Elektronik

KPK mencermati jalannya persidangan korupsi KTP elektronik ini.

Rep: Umar Mukhtar, Dian Fath Risalah/ Red: Budi Raharjo
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo memberikan kesaksian dalam sidang lanjutan kasus korupsi e-KTP di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (8/2).
Foto: Republika/Prayogi
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo memberikan kesaksian dalam sidang lanjutan kasus korupsi e-KTP di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (8/2).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo kembali menjadi saksi dalam kasus korupsi KTP Elektronik di PN Tipikor, Jakarta, Kamis (8/2). Ganjar menjadi saksi untuk terdakwa Setya Novanto dan dimintai kesaksiannya sebagai wakil ketua Komisi II DPR periode 2009-2014.

Nama politikus PDIP itu disebut-sebut ikut menerima aliran dana. Dalam persidangan yang berlangsung kemarin, terdakwa Setya Novanto (Setnov) kukuh pada pernyataannya bahwa Ganjar menerima dana KTP-el, kendati Ganjar juga tegas menolak tudingan itu. Keduanya pun saling berbantahan.

Setnov menerangkan alur cerita yang mengindikasikan Ganjar menerima jatah uang dari proyek pengadaan KTP-el. Ada tiga hal yang mendasari mantan ketua DPR itu meyakini Ganjar ikut menerima.

Pertama, Setnov mengatakan almarhumah Mustokoweni dan almarhum Ignatius Mulyono, yang saat itu duduk di komisi II DPR, menyampaikan kepadanya, uang dari Andi Narogong telah dibagi-bagikan kepada anggota DPR yang duduk di Komisi II dan Badan Anggaran (Banggar) DPR. "Dan itu disebut namanya Pak Ganjar," kata Novanto menanggapi kesaksian Ganjar selama persidangan di PN Tipikor Jakarta, Kamis (8/2).

Kedua, Seetnov mengatakan, Miryam S Haryani, anggota komisi II Fraksi Partai Hanura periode 2009-2014, juga menyampaikan kepada dirinya bahwa telah memberikan uang KTP-el kepada Ganjar. "Kedua, Ibu Miryam juga mengatakan hal yang sama," ujarnya.

Ketiga, yaitu ketika Andi Narogong datang ke rumah Setnov. Saat itu Andi memberi tahu bahwa telah memberi uang kepada anggota DPR di Komisi II dan Banggar. Dana yang diberikan kepada Ganjar, yaitu sekitar 500 ribu dolar AS. "Waktu Andi ke rumah saya itu, menyampaikan telah memberikan uang untuk teman-teman di Komisi II, dan Banggar, dan untuk Ganjar sekitar bulan September, dengan jumlah 500 dolar AS. Itu disampaikan kepada saya," jelasnya.

Dalam kondisi demikian, Novanto mengaku, menemui Ganjar untuk menanyakan langsung soal apakah uang itu telah diterima. "Untuk itu saya ketemu, penasaran saya, menanyakan apakah sudah selesai dari teman-teman. Pak Ganjar waktu jawab, 'ya itu semua urusannya yang tahu Pak Chaeruman'," papar Novanto.

Menanggapi pernyataan itu, Ganjar tegas mengatakan, apa yang disampaikan Setnov tidak benar. Sebab, semua uang yang hendak diberikan kepadanya ia tolak. "Saya sampaikan, apa yang disampaikan oleh Pak Nov dari cerita itu tidak benar," ucapnya.

Ganjar mengakui, Mustokoweni memang pernah menjanjikan kepadanya ingin memberikan uang secara langsung. "Bu Mustokoweni pernah menjanjikan kepada saya mau memberikan langsung dan saya tolak," terangnya. Sehingga publik harus tahu sikap menolak saya," ungkapnya.

Selain itu, lanjut Ganjar, Miryam pun saat dihadapkan di depan dirinya dan penyidik Novel Baswedan di KPK, mengatakan tidak pernah memberikan uang kepada politikus PDIP itu. "Ketika Bu Miryam Yani yang menurut Pak Novanto juga memberikan (uang) kepada saya, di depan Pak Novel, dia (Miryam) menolak, tidak pernah memberikan kepada saya," papar Ganjar.

Soal Andi Narogong yang mengaku memberi uang kepadanya, Ganjar mengungkapkan Andi pun dalam kesaksian yang ia ketahui tidak pernah mengaku memberi uang pada dirinya di ruangan Mustokoweni. Sebab, kata Ganjar dengan mengutip perkataan Andi, saat itu Mustokoweni telah meninggal.

"Bahkan penasehat hukum Irman waktu menanyakan kepada saya, saya tanya Andi Narogong yang memberikan di tempat Bu Mustokoweni, 'Bu Mustuko weni sudah meninggal'," jelasnya.

photo
Terdakwa kasus korupsi pengadaan KTP elektronik Setya Novanto menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, kamis (1/2). (ilustrasi)

Nazaruddin Ngarang

Ganjar juga pernah mendapatkan tudingan semacam itu, pada persidangan kasus KTP-el 3 April lalu dengan terdakwa Irman dan Sugiharto. Adalah Muhammad Nazaruddin yang melontarkan tudingan itu.

Dalam persidangan, Nazaruddin menyebutkan Ganjar memang menolak diberikan uang 150 ribu dolar AS dari Andi Narogong. Namun, Ganjar meminta agar jumlah uang untuknya disamakan dengan jatah ketua komisi II DPR saat itu, yakni 500 ribu dolar AS.

"Menolak, ribut di media, karena waktu dikasih 150 ribu dolar AS tak mau ribut, dia minta sama, posisi sama dikasih dengan ketua," kata Nazaruddin saat memberikan kesaksian di PN Tipikor Jakarta, Kemayoran, Jakarta Pusat saat itu.

Kepada majelis hakim, Nazaruddin mengaku menyaksikan penyerahan uang itu kepada Ganjar. Penyerahan dilakukan di ruangan Mustokoweni, anggota komisi II dari fraksi Partai Golkar. Ketika penyerahan uang itu terjadi, mantan anggota Komisi III DPR itu mengaku dipanggil Mustoko untuk masuk ke ruangan.

Sehingga, Nazaruddin melihat dengan mata kepalanya sendiri soal penyerahan uang tersebut. Selain Ganjar, juga ada Chaeruman Harahap, pejabat legislatif yang saat itu duduk di komisi II dari fraksi Partai Golkar.

"Ada Chaeruman, Pak Ganjar yang 150 (ribu dolar AS) dia menolak waktu itu ada diserahkan ke teman-teman dari komisi II untuk anggota, terus yang diserahkan yang diamplop untuk semua kapoksi, terus untuk semua anggota banggar, terus sama wakil ketua ada satu lagi, itu nerima juga," kata Nazar.

Nazaruddin juga menjelaskan, penyerahan uang Andi di ruangan Mustoko itu merupakan pembagian jatah untuk fraksi Partai Demokrat. Anggota dewan dari fraksi ini, dipanggil dan kemudian terjadi penyerahan uang. "Untuk yang anggota diserahkan ke koordinator," ucap dia.

Ganjar dalam kesaksiannya Kamis kemarin dengan tegas membantah pernyataan Muhammad Nazaruddin bahwa dirinya pernah meminta menaikkan besarah jatah uang dari proyek KTP-el. "Sungguh-sungguh ngarang yang enggak masuk akal," kata dia saat memberi kesaksian.

Ganjar juga membantah telah menerima uang dari manapun, baik itu dari Mustokoweni dan juga dari Miryam S Haryani. Namun, ia mengaku pernah ada upaya pemberian yang menurutnya adalah uang di dalam sebuah tas jinjing di sebuah acara. Seorang laki-laki tiba-tiba memghampirinya, memberikan tas itu, lalu segera pergi.

Tas itu awalnya dikira berisi buku. Tapi karena orang tak dikenal yang memberi itu langsung pergi, lantas Ganjar menduga isi tas itu adalah uang sehingga langsung mengembalikannya.

Ganjar juga mengaku bertemu Setnov di Bandara Ngurah Rai, Bali. Pertemuan itu, kata Ganjar, terjadi secara kebetulan. Setnov saat itu berkata kepada Ganjar agar jangan galak-galak. "Ya, itu (terjadi) kebetulan. 'Mas Ganjar, sudah selesai jangan galak-galak. Yang saya ingat seperti itu," ungkapnya.

photo
Juru Bicara KPK Febri Diansyah

KPK cermati persidangan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencermati fakta persidangan kasus korupsi KTP-el dengan terdakwa Setnov) Salah satunya keterangan Setnov yang mengaku mendengar dari Andi Agustinus alias Andi Narogong bahwa Ganjar sudah mendapatkan jatah proyek KTP-el.

"Tadi kami juga dengar fakta persidangan seperti itu. Tentu saja fakta persidangan perlu dicermati terlebih dahulu. Misalnya, dikatakan Setya Novanto mendengar dari Andi Agustinus," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (8/2). "Tentu kami harus lihat kesesuaian bukti satu dengan yang lainnya. Barulah kami bisa mendalami fakta-fakta persidangan tersebut."

Lebih lanjut, Febri menyatakan jika memang Novanto ingin membuka peran pihak lain dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor dan juga dalam proses pemeriksaan dalam penyidikan kasus KTP-el maka akan sangat terbuka bagi yang bersangkutan untuk menyampaikan keterangan. "Meskipun keterangan tersebut harus kami kroscek dan kami pastikan kesesuaian atau tidak sesuainya dengan bukti-bukti atau saksi yang lain," ujarnya.

Dalam perkara ini Novanto diduga menerima 7,3 juta dolar AS dan jam tangan Richard Mille senilai 135 ribu dolar AS dari proyek KTP-el.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement