REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Ketua DPR Setya Novanto dilapori pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong bahwa Wakil Ketua Komisi II saat itu Ganjar Pranowo sudah mendapatkan jatah 500 ribu dolar AS terkait proyek KTP elektronik. Saat itu Andi datang ke rumah Setnov.
"Waktu Andi (Narogong) ke rumah saya itu, menyampaikan telah memberikan bantuan dana untuk teman-teman ke Komisi II dan Banggar (Badan Anggaran), dan untuk Pak Ganjar sekitar bulan September 500 ribu dolar AS, itu disampaikan kepada saya," kata Setya Novanto dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (8/2).
Hal itu disampaikan Setnov terkait pertemuannya dengan Ganjar Pranowo di Bandara Ngurah Rai Bali sekitar tahun 2011-2012. Setnov dalam pertemuan itu menyampaikan "jangan galak-galak" dan "apakah sudah selesai" terkait dengan proyek KTP-el yang anggarannya sedang dibahas di Komisi II.
"Background dari pada pertemuan saya dan Pak Ganjar memang tidak lama, yang khusus mengenai 'apakah sudah selesai' dan 'jangan galak-galak', yang sebenarnya ini kalau lihat dari background-nya Pak Ganjar, itu di mata saya dia bukan orang yang galak, tapi yang pertama pernah almarhum Mustoko Weni dan Ignatius Mulyono itu pada saat ketemu saya menyampaikan telah menyampaikan dana uang dari Andi untuk dibagikan ke Komisi II dan Banggar DPR, dari Mustoko Weni dan disebut namanya Pak Ganjar," jelas Setnov.
Mustoko Weni adalah mantan ketua kelompok fraksi PDI Perjuangan di Komisi II yang sudah meninggal dunia pada Juni 2010. Sedangkan Ignatius Mulyono adalah anggota Komisi II dari fraksi Partai Demokrat yang meninggal pada Desember 2015.
"Kedua, ibu Miryam (Haryani) juga mengatakan hal yang sama. Untuk itu saya penasaran, saya tanyakan saat ketemu bapak apakah sudah selesai dari teman-teman? Pak Ganjar waktu menjawab ya itu 'Ya semuanya yang tahu urusannya Pak Chairuman', jadi itu saja yang saya perlu sampaikan," tambah Setnov.
Namun, Ganjar membantah pemberian uang tersebut. Chairuman Harahap adalah Ketua Komisi II dari Fraksi Partai Golkar.
"Saya harus klarifikasi karena ini sudah di ujung dan perlu untuk komunikasi ke publik. Pertama Bu Mustoko Weni pernah menjanjikan kepada saya mau memberikan langsung dan saya tolak, sehingga publik mesti tahu sikap menolak saya," kata Ganjar yang menjadi saksi dalam kasus tersebut.
Menurut Ganjar, Mustoko Weni memang pernah mengatakan, "Dik, ini jatahmu, ada sesuatu yang signifikan". Karena berpikir bahwa ia kemungkinan akan diberikan uang, maka Ganjar pun menolaknya dengan mengatakan, "Tidak usah".
"Ketika Bu Yani (Miryam S Haryani, anggota Komisi II dari fraksi Partai Hanura) pun mengatakan mau memberikan ke saya, di depan Pak Novel, dia menolak, tidak pernah memberikan ke saya," tambah Ganjar.
Ganjar pun membantah menerima uang dari Andi Narogong seperti keyakinan Setnov. Andi Narogong pada saat kesaksiannya, ia menambahkan, mengatakan tidak pernah memberikan uang kepadanya.
"Bahkan penasihat hukum Irman saat menanyakan ke saya katanya Andi Narogong yang memberikan di tempat Bu Mustoko Weni, Bu Mustoko Weni sudah meninggal, saya menyampaikan apa yang disampaikan Pak Nov dari cerita itu tidak benar," jelas Ganjar.
Namun, Setnov tetap pada keterangannya. "Tetap pada keterangan," jawab Setnov. "Iya pak, saya juga tetap, keterangan diberikan sangat terbuka dan nanti boleh dicek," balas Ganjar.
Dalam perkara ini Setnov diduga menerima 7,3 juta dolar AS dan jam tangan Richard Mille senilai 135 ribu dolar AS dari proyek KTP-el. Setya Novanto menerima uang tersebut melalui mantan direktur PT Murakabi sekaligus keponakannya Irvanto Hendra Pambudi Cahyo maupun rekan Setnov dan juga pemilik OEM Investmen Pte.LTd dan Delta Energy Pte.Lte yang berada di Singapura Made Oka Masagung.
Sedangkan jam tangan diterima Setnov dari pengusaha Andi Agustinus dan direktur PT Biomorf Lone Indonesia Johannes Marliem sebagai bagian dari kompensasi karena Setnov telah membantu memperlancar proses penganggaran. Total kerugian negara akibat proyek tersebut mencapai Rp 2,3 triliun.