REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginstruksikan jajaran Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN menyelesaikan target penerbitan sertifikat tanah bagi rakyat Sumatra Barat pada 2023 mendatang. Hingga saat ini tercatat sebanyak 700 ribu sertifikat tanah yang berhasil diterbitkan dan diserahkan kepada masyarakat Sumatra Barat.
Padahal, seharusnya ada 1,7 juta sertifikat yang harus segera diterbitkan. "Kantor BPN di Sumatra Barat masih punya hutang kepada rakyat satu juta sertifikat yang harus segera diselesaikan," ujar Jokowi saat berkunjung ke Koto Baru, Kabupaten Dharmasraya, Sumatra Barat.
Jokowi juga menjelaskan pentingnya memiliki sertifikat sebagai bukti hak atas tanah yang dimiliki masyarakat. Salah satunya yakni untuk menghindari sengketa tanah yang terjadi hampir di seluruh Tanah Air.
"Saya kejar-kejar terus supaya bapak, ibu, dan saudara semua tahu setiap saya ke daerah, provinsi, kabupaten, kota, keluhan yang masuk ke saya selalu sengketa tanah, sengketa lahan di mana-mana," ungkapnya, dikutip dari siaran resmi Istana.
Oleh karena itu, Presiden meminta agar masyarakat memperbanyak dan menjaga dengan baik sertifikat yang dimiliki di tempat yang aman serta tidak mudah rusak. "Jadi kalau yang asli hilang ngurusnya mudah. Dengan fotokopi datang ke kantor BPN, tinggal bilang," ucap Jokowi.
Ia pun juga berpesan agar penerima sertifikat dapat memanfaatkannya untuk hal-hal yang bersifat produktif. Selain itu, perhitungan dan kalkulasi yang matang juga harus menjadi pertimbangan utama apabila ingin menggunakan sertifikat sebagai agunan. "Tolong sebelum ini dimasukkan ke bank dihitung dahulu, dikalkulasi dulu bisa mencicil bulanannya atau tidak?," ujar dia.
Dalam acara ini tampak hadir sejumlah menteri Kabinet Kerja mendampingi Presiden dan Ibu Iriana yakni Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Sofyan Djalil, Menteri Sosial Idrus Marham, Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar. Juga hadir Gubernur Sumatra Barat Irwan Prayitno, Bupati Dharmasraya Sutan Riska Tuanku Kerajaan, dan Komisaris Utama BRI Andrinof Chaniago.