Selasa 06 Feb 2018 19:16 WIB

Korban Longsor Hingga Februari Capai 20 Orang

Karakteristik tanah yang gembur ditambah banyaknya alih fungsi lahan jadi penyebab.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Gita Amanda
Petugas gabungan melakukan evakuasi longsor di Jalur Utama Puncak, Bogor, Jawa Barat, Senin (5/2).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Petugas gabungan melakukan evakuasi longsor di Jalur Utama Puncak, Bogor, Jawa Barat, Senin (5/2).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) mencatat, rata-rata korban gerakan tanah per tahun mencapai 200 orang. Namun menurut Kepala PVMBG, Kasbani, hingga Februari 2018 ini setidaknya sudah 20-an korban.

Artinya setiap tahun ada korban gerakan tanah. Terlebih khususnya wilayah Jawa Barat (Jabar) memang termasuk daerah yang rawan longsor. Selain karena karakteristik tanahnya yang gembur ditambah banyaknya alih fungsi lahan.

"Puncak yang kemarin longsor kan berbukit-bukit, jalur pemotongan tanah gembur ada jalan. Banyak getaran mobil juga," ujar Kasbani kepada wartawan, Selasa (6/2).

Namun, kata dia, penanganan longsor yang utama adalah pengaturan drainase air. Jangan sampai air masuk pada rekahan. "Makanya pemda harus rutin melakukan pengecekan ke lapangan," katanya.

Selain itu, kata dia, harus diperkuat tebing, karena peluang terulang cukup besar. Untuk titik longsor di daerah Soekarno Hatta kemarin itu cenderung pada masalah konstruksi bukan karena karakteristik tanah. Sebab tanah yang ada di belakang dinding konstruksi merupakan tanah yang diakut dari luar. Hanya memang karena ada beban tambahan air hujan jadinya memicu ambrol.

"Itu sangat teknis," katanya.

Sementara menurut Kepala Bidang Mitigasi Gerakan Tanah, Agus Budianto, curah hujan yang tinggi pada beberapa hari ini menyebabkan memicu terjadinya gerakan tanah. Pada saat ini Badan Geologi telah mengirim Tim Tanggap Darurat Gerakan Tanah ke Kabupaten Bogor untuk melakukan penyelidikan dalam rangka pemberian rekomendasi teknis.

Agus menjelaskan, gerakan tanah atau yang dikenal dengan tanah longsor merupakan perpindahan material pembentuk lereng, berupa batuan, timbunan, tanah atau material campuran yang bergerak kearah bawah dan keluar lereng. Beberapa faktor yang mengontrol terjadinya gerakan tanah adalah kelerengan maupun morfologi, kondisi geologi, kondisi keairan atau hidroiogi lereng, perubahan tataguna lahan maupun kegagalan konstruksi.

"Sedangkan Pemicu Gerakan Tanah umumnya Curah Hujan yang Tinggi, Gempabumi dan aktivitas manusia (pemotongan lereng, peledakan pada area tambang)," katanya.

Indonesia, kata dia, merupakan daerah yang beriklim tropis sehingga pelapukan akan berjalan sangat intensif. Selain itu, morfologi di Kabupaten Bogor umumnya berupa perbukitan dan pegunungan dengan lereng yang terjal.

Aktivitas manusia yang kurang terkontrol juga dapat menyebabkan potensi longsor atau gerakan tanah akan meningkat. Akibat gempa bumi juga, bisa menyebabkan lereng menjadi berkurang kekuatannya sehingga jika musim hujan daerah rawan longsor menjadi semakin banyak.

"Setiap awal bulan Badan Geologi membuat Buku Prakiraan Wilayah Potensi Terjadi Gerakan Tanah di Indonesia yang memuat peta dan informasi umum wilayah yang berpotensi terjadi gerakan tanah dan banjir bandang di indonesia," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement