REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Pidana Romli Atmasasmita menilai, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus menelusuri pihak-pihak lain yang ikut terlibat dalam korupsi KTP elektronik (KTP-el). Menurut Romli, salah satu yang harus ditelusuri adalah dugaan keterlibatan putri dari Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, Puan Maharani.
Diketahui, saat proyek KTP-el bergulir, Puan merupakan Ketua Fraksi PDIP di DPR RI. Saat itu, PDIP termasuk dalam tiga partai yang disebut ikut kecipratan aliran dana proyek yang menggelontorkan dana hingga Rp 5,9 triliun tersebut.
Romli menyayangkan karena KPK seperti tebang pilih dalam pemanggilan saksi lantaran sejumlah kader fraksi, anggota dan pimpinan badan anggaran DPR dari Fraksi PDIP sudah diperiksa penyidik KPK. Padahal, mantan Ketua fraksi lainnya, seperti Anas Urbaningrum, Jafar Hapsah dari Demokrat, kemudian Setya Novanto dari Partai Golkar sudah diperiksa oleh penyidik KPK.
"Sesuai dengan putusan MK bahwa pengertian saksi diperluas tidak hanya setiap orang yang mendengar, melihat atau mengalami peristiwa pidana tetapi juga yang mengetahui peristiwa tersebut (proyek KTP-el, Red)," kata Romli saat dikonfirmasi, Selasa, (6/2).
Karena itu Romli mengatakan, sudah seharusnya KPK memeriksa semua pihak yang disebut di dalam persidangan. "Karena menjadi kebiasaan KPK fakta persidangan dijadikan dasar untuk pengembangan proses penyidikan kasus tindak pidana korupsi," ucapnya.
Sebelumnya, dalam sidang lanjutan KTP-el yang digelar di Pengadilan Tipikor dengan terdakwa Setya Novanto, saksi Chairuman Harahap menyampaikan, pada saat itu apa pun yang terjadi di komisi selalu dikoordinasikan kepada ketua fraksi, termasuk proyek KTP-el. Karena itu, ia selalu mengabarkan setiap perkembangan proyek KTP-el kepada Ketua Fraksi Golkar saat itu, Setya Novanto. "Kami melaporkan perkembangannya, ini bagaimana-bagaimana, sudah sejauh apa. Itu dilaporkan kepada Ketua Fraksi," kata Chairuman kepada Majelis Hakim.
Dalam surat dakwaan jaksa penuntut umum KPK terhadap Irman dan Sugiharto tercantum bahwa aliran dana KTP-el ke beberapa partai politik yakni Rp 150 miliar ke Partai Golkar, Rp 150 miliar ke Partai Demokrat, dan Rp 80 miliar ke PDIP. Adapun partai-partai lain turut diperkaya senilai Rp 80 miliar, dari proyek ini.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua KPK Laode M Syarief menegaskan, KPK memeriksa saksi sesuai perkembangan penyelidikan dan penyidikan kasus. "Jadi untuk sementara ini, yang kami periksa itu adalah pihak-pihak yang dekat dengan orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka," kata Syarif.
Sementara kuasa hukum Setya Novanto, Firman Wijaya mengatakan, saat ini kliennya sedang menyiapkan nama-nama pihak yang terlibat dalam kasus mega proyek tersebut. Diduga, nama-nama tersebut Novanto catat dalam buku catatan hitam yang selalu ia bawa saat persidangan ataupun pemeriksaan dengan penyidik di gedung KPK.
Beberapa coretan nama seperti Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas), Puan Maharani dan Muhammad Nazaruddin sempat terlihat dalam buku catatannya. Namun, saat ditanyakan terkait hal tersebut Novanto memilih bungkam, dan langsung menutup buku catatan bersampul hitam tersebut. "Saya rasa kita tunggu. Berikan kesempatan Pak Novanto dan kuasa hukum bekerja," ujar Firman.