REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) didesak mengawasi dan memantau penarikan obat dan suplemen Viostin DS dan Enzyplex yang terindikasi mengandung DNA babi. Pemantauan tersebut dinilai penting guna melindungi umat Islam yang jadi konsumen terbesar dua produk populer di Indonesia itu.
“Pemerintah harus memastikan PT Pharos yang memproduksi Viostin DS dan PT Medifarma yang memproduksi Enzyplex tablet menarik produk tersebut dari pasaran di seluruh Indonesia,” kata anggota Komisi IX DPR, Okky Asokawati, kepada Republika.co.id, kemarin.
Menurut dia, Komisi IX DPR RI berencana memanggil pihak yang terkait, termasuk pemerintah dan produsen suplemen tersebut. "Kami sudah membentuk Panja Pengawasan Obat dan Makanan dan kami akan memanggil semua pihak yang terkait untuk melakukan tindakan," ungkapnya.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi meminta BPOM memeriksa seluruh proses pembuatan merek obat yang diproduksi dan diedarkan PT Pharos Indonesia dan PT Medifarma Laboratories. "Sangat memungkinkan bila merek obat dan suplemen dari kedua produsen itu juga terkontaminasi DNA babi. Pemeriksaan menyeluruh sangat penting untuk memberikan jaminan perlindungan kepada konsumen," kata Tulus di Jakarta, kemarin.
Tulus juga mendesak BPOM memberikan sanksi yang tegas dan keras kepada kedua perusahaan farmasi itu. Sebab, undang-undang yang telah dilanggar adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Jaminan Produk Halal dan aturan lainnya.
Di daerah, BPOM setempat mengklaim telah melakukan pemantauan dan penelusuran proses penarikan produk dua suplemen yang positif mengandung DNA babi. Kepala BPOM Ambon Sandra Linthin di Ambon menyatakan, telah melakukan pemantauan dan penelusuran di lapangan, terutama di farmasi, apotek, toko obat, dan pusat perbelanjaan untuk memastikan produk tersebut telah ditarik produsen.
"Kami telah melakukan pemantauan di seluruh kabupaten dan kota di Maluku untuk memastikan produk telah ditarik produsen," katanya. Menurut dia, BPOM RI telah menginstruksikan BPOM di seluruh Indonesia untuk terus memantau dan melakukan penarikan produk yang tidak memenuhi ketentuan.
Corporate Communications Director PT Pharos Indonesia Ida Nurtika mengatakan, perusahaannya terus melakukan upaya penarikan produk Viostin DS. Penarikan itu sejak BPOM memberi tahu penemuan DNA babi dalam kandungan obat pada November 2017. "Itu bulan November, tanggal 30 kita langsung lakukan penarikan secara bertahap," kata Ida kepada Republika.co.id, Jumat (2/2).
Namun, ida tidak bisa memastikan berapa jumlah produk yang sudah ditarik. Sementara, setiap bulannya, jumlah produk Viostin yang diproduksi mencapai kurang lebih 100 ribu hingga 120 ribu boks.
Ida mengklaim, chondroitin sulfat, bahan baku yang ditemukan BPOM mengandung DNA babi, tercemar di perusahaan asal di Spanyol. Saat ini, mereka mengaku, telah mengganti pemasok bahan baku dari Brasil yang telah mendapat sertifikat halal setempat. Pihak PT Pharos juga meminta maaf pada konsumen “atas ketaknyamanan dari peristiwa ini”.
PT Medifarma Laboratories juga mengklaim telah menarik seluruh produk Enzyplex yang mengandung babi dari pasaran. Temuan di lapangan, penarikan terindikasi belum merata.
Diana, salah seorang pemilik apotek di wilayah Godean, Yogyakarta, menyatakan, bahkan hingga kemarin masih menjual Viostin DX dan Enzyplex. Ia menyatakan, tidak pernah ada permintaan penarikan kedua suplemen tersebut.
Saat kehabisan stok dan meminta ke distributor bulan lalu, ia malah mendapat keterangan soal rencana pergantian kemasan. ''Menurut distributor, Viostin memang lagi kosong pabrik dan Maret baru ada lagi di distributor. Enzyplex juga tidak tahu pernah ditarik atau tidak. Tetapi, memang sempat kosong, tetapi sekarang ada,'' katanya kepada Republika.co.id, saat ditemui, Jumat (2/2).
Sementara di Kota Solo, sejumlah toko menyatakan Viostin DS ditarik. "Sudah ditarik oleh kantor pusat sejak satu bulan yang lalu, jadi kemarin ramai-ramai pemberitaan itu kami sudah tidak jual," kata Kepala Toko Alfamart Monginsidi di Solo, Sriyono.
Ia mengatakan, sebelum ditarik, penjualan suplemen tersebut cukup bagus. "Kemarin saat ditarik masih ada dua setrip. Hampir setiap hari memang selalu ada yang beli," kata dia.
Sementara, petugas Apotek Gunung Jati, Surakarta, Supri, mengatakan, sudah tak menjual produk yang tergolong laris tersebut. Di Apotik Watson, Solo, salah satu petugas yang enggan disebutkan namanya mengatakan penarikan produk Viostin DS baru dilakukan Kamis (1/2). "Kemarin saat ditarik produknya tinggal satu," kata dia. n ed: fitriyan