Sabtu 03 Feb 2018 05:05 WIB

Travel Umrah Kerap Bermasalah, Presiden Harus Turun Tangan

Kementerian Agama harus memberikan pengawasan super ketat

Rep: Novita Intan/ Red: Bilal Ramadhan
Kapolda Jabar Irjen Pol Drs Agung Budi Maryoto menunjukan sejumlah mobil mewah yang disita dari PT SBL yang diduga telah melakukan penipuan terhadap 12.845 calon jamaah umrah.
Foto: Republika/Djoko Suceno
Kapolda Jabar Irjen Pol Drs Agung Budi Maryoto menunjukan sejumlah mobil mewah yang disita dari PT SBL yang diduga telah melakukan penipuan terhadap 12.845 calon jamaah umrah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Baru hitungan beberapa bulan mencuat kasus First Travel yang diduga telah menipu 58 ribu lebih jemaah umrah dengan kerugian mencapai 800 miliar. Lalu muncul kasus umrah yang sambung menyambung seperti tiada henti Hanien Tours, kemudian Abou Tours lantas yang paling terbaru adalah kasus SBL bahkan bosnya telah ditetapkan tersangka, sebagian aset telah disita oleh aparat dari Polda Jabar.

Ketua Komnas Haji dan Umroh, Mustolih Siradj mengatakan travel-travel tersebut telah merugikan masyarakat yang jumlahnya mencapai puluhan ribu. Diduga uang jemaah digunakan untuk kepentingan di luar urusan umrah.

"Mirisnya travel-travel tersebut telah berstatus sebagai Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang telah mendapatkan legalitas dari Kementerian Agama," ujarnya berdasarkan siaran pers yang diterima Republika.co.id, Jakarta, Sabtu (3/2).

Oleh karenanya sudah seharusnya Kemenag sebagai pemberi izin dan regulator melakukan evaluasi dan melakukan pengawasan super ketat. Namun, yang terjadi Kementerian Agama seakan tidak berdaya dan kehilangan taring menghadapi PPIU tersebut.

"Perlindungan hukum terhadap jemaah umrah hampir tidak berjalan, korban yang nota bene adalah rakyat kecil berpenghasilan terbatas terus berjatuhan," ungkapnya.

"Jika Kemenag tidak bisa memberikan perlindungan kepada siapa lagi jemaah umrah mengharapkan perlindungan? Pertanyaan lainnya, mau menunggu berapa ribu korban lagi jatuh? Sampai kapan keadaan ini akan terus dibiarkan?," tanyanya.

Ia menyebut, peritiswa semacam ini secara beruntun terus terjadi dalam rentang waktu yang begitu singkat dan potensi kejadian penipuan terhadap jemaah umrah dengan berbagai modusnya masih terus akan terjadi di masa mendatang.

"Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintah harus menyatakan situasi ini sebagai darurat penyelenggaraan ibadah umrah , bila perlu menghentikan sementara (moratorium) pengiriman jemaah umrah sampai penyelenggaraan umrah benar2 bersih dari PPIU nakal," mintanya.

"Presiden harus memimpin sendiri langkah penyelamatan terhadap puluhan ribu rakyat kecil yang terus menerus menjadi korban. Pemerintah tidak boleh kalah oleh travel nakal," tegasnya.

Selain itu inilah saatnya Pemerintah mengambil alih dan terjun langsung sebagai penyelenggara ibadah umrah sebagaimana penyelenggaraan ibadah haji. Ketentuan pemerintah sebagai penyelenggara umrah secara eksplisit tertuang dalam Pasal 43 ayat 2 UU Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji yang menyatakan Penyelenggaraan Ibadah Umrah dilakukan oleh Pemerintah dan/atau biro perjalanan wisata yang ditetapkan oleh Menteri.

Menurutnya, selama ini penyelenggaraan umrah 'dilepas' begitu saja kepada pihak swasta tapi belakangan selalu muncul berbagai masalah yang merugikan puluhan ribu orang. Saatnya pemerintah terjun langsung menyelenggarakan umrah agar tidak lagi didominasi swasta sebagaimana satu-satunya penyelenggara sebagaimana penyelenggaraan ibadah haji yang dilaksanakan secara bersama-sama antara pemerintah dan swasta (untuk haji khusus).

"Sehingga perlindungan hukum terhadap jemaah maksimal, travel bisa dikontrol, tidak ada bandrop harga asal murah tapi membuat jemaah jadi susah," ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement