Jumat 02 Feb 2018 20:53 WIB

Akankah Jokowi Terpilih Kembali?

Elektabilitas Jokowi versi LSI Denny JA masih unggul meski masih di bawah 50 persen.

Denny JA
Foto: dok. Republika
Denny JA

REPUBLIKA.CO.ID Oleh: Denny JA, Konsultan Politik LSI

Seberapa besar peluang seorang presiden yang sedang memerintah (incumbent/pertahana) terpilih kembali, jika ia ikut bertarung dalam pilpres berikutnya?

Jika kita melihat data statistik Indonesia sejak pemilu langsung, jawabnya jelas. Baru tiga kali kita melaksanakan pilpres langsung: 2004, 2009, 2014. Namun baru dua kali, pertahana presiden bertarung kembali: Presiden Megawati di 2004. Dan presiden SBY di 2009.

Pada pemilu 2014, tak ada presiden yang bertarung. Presiden SBY sudah memangku jabatan dua periode. Konstitusi melarangnya. Pilpres 2014 terjadi tanpa kehadiran pertahana selaku peserta.

Di tahun 2004, pertahana presiden kalah. Di tahun 2009, pertahana presiden menang. Sejarah Indonesia menunjukkan angka. Sebesar 50 persen  kemungkinan pertahana presiden terpilih kembali. Sebanyak itu pula, kemungkinan 50 persen pertahana dikalahkan.

Bagaimana di Amerika Serikat? Berdasarkan data 18 kali pemilu presiden terakhir yang pertahana maju kembali untuk periode kedua, prosentase juga ketat. Sebanyak 10 kali pertahana presiden menang. Sebanyak 8 kali pertahana presiden dikalahkan. Persentase pertahana untuk menang dalam pilpres Amerika Serikat untuk kasus di atas sebesar 55 persen.

Berdasarkan dua kasus Indonesia dan Amerika, ini gambarannya. Sebesar 50-55 persen pertahana presiden akan menang. Namun sebesar 45-50 persen pula pertahana akan dikalahkan.

Apakah data statistik ini berita baik atau berita buruk buat Jokowi  selaku pertahana, dan penantangnya? LSI memberikan gambaran lebih detail berdasarkan survei nasional paling mutakhir. Ini lima isu paling hot untuk pilpres zaman now.

ISU PERTAMA: Jokowi Kuat Tapi Belum Aman.

 

Survei LSI Denny JA, Januari 2018 menunjukan  elektabilitas Jokowi saat ini  48,50 persen. Elektabilitasnya masih di bawah 50 persen. Dan ada dukungan sebesar 41,20 persen yang menyebar kepada para kandidat capres lainnya.

Sebesar 41,20 persen itu  angka total atau gabungan dari dukungan pemilih terhadap sejumlah kandidat capres diluar Jokowi. Dan sebesar 10,30 persen yang belum menentukan pilihan.

Demikianlah salah satu temuan survei nasional LSI Denny JA. Survei nasional ini survei nasional reguler LSI Denny JA. Responden sebanyak 1200 dipilih berdasarkan multi stage random sampling.

Wawancara tatap muka dengan responden dilakukan serentak di 34 propinsi. Waktu survei dari tanggal 7 sampai tanggal 14 Januari 2018. Survei dibiayai sendiri sebagai bagian layanan publik LSI Denny JA. Margin of error plus minus 2,9 persen.

Survei dilengkapi dengan riset kualitatif seperti FGD, media analisis, dan depth interview narasumber.

Mengapa disimpulkan Jokowi kuat tapi belum aman?

Saat ini elektabilitas Jokowi masih tertinggi  dibanding semua capres yang disimulasikan. Bahkan total dukungan semua capres di luar Jokowi jika digabung (41,20 persen) masih di bawah Jokowi (48,50 persen).

Kepuasan terhadap kinerja Jokowi sebagai presiden diatas 70 persen. Sementara ada 21,30 persen publik yang menyatakan kurang puas. Dua variabel di atas membuat Jokowi kuat. Namun tiga variabel di bawah ini membuatnya belum aman.

Dalam jumlah besar, publik tak puas dengan kondisi ekonomi. Masalahnya, isu ekonomi adalah isu terpenting yang membuat pertahana terpilih atau dikalahkan.

Sebesar 52,6 persen responden menyatakan harga-harga kebutuhan pokok makin memberatkan mereka. Sebesar 54,0 persen menyatakan lapangan kerja sulit didapatkan. Dan sebesar 48.4 persen responden menyatakan pengangguran semakin meningkat.

Jokowi rentan pula terhadap isu primordial. Kekuatan dan isu Islam politik diprediksikan akan mewarnai Pilpres 2019 seperti yang terjadi pada Pilkada DKI Jakarta, dalam kadar berbeda.

Islam politik itu terminologi untuk segmen pemilih yang percaya, yakin hakul yakin,  politik tak bisa dipisahkan dari agama. Untuk pemilih Indonesia, jumlah segmen Islam Politik cukup besar. Sebesar 40,7 persen publik menyatakan tidak setuju agama dan politik dipisahkan. Sementara 32,5 persen publik menyatakan agama dan politik harus dipisahkan.

Dari mereka yang menyatakan agama dan politik harus dipisahkan, mayoritas (58,6 persen) mendukung kembali Jokowi sebagai presiden.  Sementara mereka yang tidak setuju agama dan politik harus dipisahkan mayoritas mendukung capres lain diluar Jokowi (52,1 persen). Walaupun Jokowi juga  masih memperoleh dukungan sebesar 40,8 persen di segmen ini.

Islam politik versus bukan Islam politik ternyata punya prilaku politik berbeda terhadap memilih atau melawan Jokowi. Merebak pula isu buruh negara asing. Terutama isu tenaga kerja yang berasal dari Cina. Di tengah sulitnya lapangan kerja dan tingginya pengangguran di berbagai daerah, isu tenaga kerja asing sangat sensitif.

Isu ini secara nasional memang belum populer karena belum banyak publik tahu. Survei menunjukan baru 38,9 persen pemilih mendengar isu ini. Dari mereka yang mendengar,  58,3 persen menyatakan sangat tidak suka dengan isu itu. Hanya 13,5 persen yang menyatakan suka.

Tiga isu ini akan menjadi tiga isu kunci yang menentukan kemenangan Jokowi dalam pilpres nanti. Jokowi akan makin kuat dan perkasa jika tiga isu ini dikelola dengan baik. Dan sebaliknya Jokowi akan melemah jika tiga isu ini terabaikan. Apalagi jika tiga isu itu digoreng, bulak balik, oleh lawan politik.

ISU KEDUA: Siapakah penantang terkuat Jokowi? Siapakah yang bisa mengalahkannya? Mereka yang bisa mengalahkan pertahana acapkali bukan karena semata daya tarik pertahana itu. Tapi dalam jumlah yang signifikan, ia dapatkan “bola muntah,” atau “umpan lambung,” segmen pemilih yang tak suka pertahana.

 

LSI Denny JA membagi penantang ke dalam tiga divisi. Pembaginya berdasarkan tingkat popularitas  (tingkat pengenalan) masing-masing capres penantang Jokowi. Popularitas penting karena sebagai modal awal para tokoh untuk bertarung.

Divisi 1 untuk tokoh/capres yang popularitasnya diatas 90 persen. Dari nama-nama yang akan bertarung hanya Prabowo Subianto yang masuk ke dalam Divisi 1. Popularitas Prabowo diangka 92,5 persen. Ternyata penantang divisi  satu penghuninya hanya satu tokoh saja: Prabowo Subianto. Divisi satu  sungguh tempat yang sepi dan sunyi.

Divisi 2  untuk tokoh/capres yang popularitasnya di antara 70-90 persen. Tokoh yang masuk ke dalam divisi 2 ini hanya Anies Baswedan dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Popularitas Anies Baswedan sebesar 767 persen. Dan Popularitas AHY sebesar 71,2 persen. Hiruk pikuk pilkada DKI menjadi panggung nasional bagi dua tokoh ini.

Divisi 3 untuk tokoh/capres yang popularitasnya di antara 55-70 persen. Tokoh yang memenuhi kriteria ini hanyalah Gatot Nurmantyo. Popularitas Gatot sebesar 56,5 persen. Sayangnya sejak pensiun, kiprah Gatot memudar. Padahal ibarat pentas, penonton masih rindu dan bertepuk tangan menanti atraksinya.

LSI Denny JA memprediksi 4 nama ini yang kemungkinan besar menjadi penantang Jokowi di Pilpres 2019 nanti. (Bersambung).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement