REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Fahri hamzah menyatakan dirinya sangat mendukung wacana dibentuknya Rancangan Undang-Undang Penyadapan. Fahri menyebutkan, dalam putusan Mahkahmah Konstitusi (MK) penyadapan harus diatur dalam undang-undang. Sehingga ada Undang-undang yang mengatur penyadapan.
Bahkan, kata Fahri, seharusnya pada saat pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Peraturan Presiden (Perpres) dapat langsung dikonversi menjadi Undang-undang. Hal itu agar tidak sembarangan dalam melakukan penyadapan.
"Sudah harus dibuat Undang-undang penyadapan. Kalau ada Undang-undangnya enggak ada orang menyadap seenaknya saja kayak nyadap pohon karet," jelas Fahri, saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (2/2).
Lanjut Fahri, ke depannya Undang-undang Penyadapan tidak hanya berlaku untuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, undang-undang tersebut juga berlaku untuk lembaga lainnya mempunyai kewenangan untuk melakukan penyadapan.
Hanya saja, menurut Fahri, yang paling penting adalah untuk KPK, karena yang lainnya ada aturannya. "Di intelijen itu ada (aturan) penyadapan, dan enggak boleh jadi alat bukti. Cuma KPK yang bisa melakukan penyadapan dan alat sadapnya bisa dijadikan alat bukti," tutup Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
Baca: Rekomendasi Pansus Angket KPK: Susun RUU Penyadapan.