Rabu 31 Jan 2018 18:16 WIB

Eksekusi Mati Terpidana Narkoba Mandek, Ini Alasan Kejagung

Jaksa Agung jelaskan kendala pelaksanaan eksekusi hukuman mati terpidana Narkoba

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Bayu Hermawan
Jaksa Agung M Prasetyo memberikan keterangan pers, di Kejagung, Jakarta, Selasa (9/1).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Jaksa Agung M Prasetyo memberikan keterangan pers, di Kejagung, Jakarta, Selasa (9/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Agung M Prasetyo menjelaskan kendala dalam pelaksanaan eksekusi hukuman mati di Indonesia saat ini. Hal ini disampaikan Prasetyo usai dicecar pertanyaan sejumlah Anggota DPR terkait mandeknya pelaksanaan hukuman mati saat Rapat Kerja dengan Komisi III DPR pada Rabu (31/1).

Prasetyo mengaku sulit menjawab terbuka alasan tidak melanjutkan eksekusi mati terhadap para gembong narkoba. Sebab ia mengalami dilema untuk melanjutkan eksekusi mati tersebut.

"Kami berada di bawah posisi sebagai yudikatif dan sebagai eksekutif. Saya pikir bapak sekalian bisa memahami maksud saya. Banyak hal penting bangsa ini yang mesti diprioritaskan disamping eksekusi mati juga penting," ujar Prasetyo.

Meski begitu, Kejaksaan Agung kata Prasetyo, telah membuktikan komitmen dan keberanian melakukan eksekusi mati terhadap 18 orang. Sehingga ia menolak jika kendala disebut karena alasan ketidakberanian. Namun sekali ia mengatakan, ada persoalan lain yang dihadapi bangsa ini yang juga perlu diprioritaskan.

"Kita sedang berusaha untuk menjadi anggota dewan kemanaan tidak tetap PBB. Kita sedang melakukan perbaikan ekonomi dan politik sementara mayoritas negara dunia sudah meniadakan hukuman mati," kata Prasetyo.

Selain itu, Prasetyo melanjutkan, ada dua aspek yang terkait dalam pelaksanaan hukuman mati yakni aspek yuridis dan teknis. Dari aspek yuridis, pasca putusan Mahkamah Konstitusi ada kendala dalam eksekusi mati yakni dihapuskannya pembatasan pengajuan grasi. Sehingga dengan demikian, terpidana mati bebas mengajukan grasi sesuai yang dikehendaki.

"Bisa mengulur waktu untuk mengajukan grasi termasuk PK dilakukan beberapa kali. Ini semua adalah hal-hal yg menghambat kami untuk melaksanakan hukuman mati," ujar Prasetyo.

Sementara terkait persoalan teknis, Prasetyo mengatakan hal itu tidak menjadi persoalan jika masalah yuridis sudah terpenuhi. "Tinggal menyiapkan tempatnya dan tinggal didor saja," ujarnya.

Adapun pertanyaan muncul dari Anggota Komisi III dari Fraksi Golkar Bambang Heri Purnama terkait perkembangan pelaksanaan eksekusi hukuman mati tahap ke-4 terhadap tindak pidana narkotika. Sebab pasca eksekusi jilid 3 sebelumnya, belum ada tanda tanda kelanjutan eksekusi mati.

 

"Apa yang masih memjadi kendala dan hambatan, apakah ini berkaitan dengan masalah pengajuan PK atau ada masalah lain terutama tekanan dari dunia internasional," kata Bambang.

Anggota Komisi III dari fraksi PDIP Erwin Tobing juga menyinggung pelaksanaan hukuman mati terhadap terpidana narkoba yang sampai saat ini belum terlaksana kembali. Padahal Presiden Joko Widodo berkomitmen untuk melawan narkoba.

"Padahal Pak Jokowi jelas menyebutkan bahwa perang melawan narkoba. Dia katakan harus berani dan gila. Ini tidak ke BNN. Tapi berani dan gila ke polisi, ke kejaksaan, kepada karang taruna, kepada semua elemen masyarakat menghadapi ini," kata Erwin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement