REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan data sebanyak 13 bangunan sekolah dari tiga kecamatan telah rusak akibat gemba bumi di Kabupaten Lebak, Banten, pada Selasa (23/1).
"Dari 13 sekolah tersebut ada sekitar 75 persen sekolah rusak berat sehingga anak-anak harus belajar di luar sekolah karena kelasnya tidak bisa digunakan untuk kegiatan belajar mengajar," kata komisioner Bidang Sosial dan Anak dalam Situasi Darurat KPAI Susianah Affandy di Jakarta, Senin (29/1).
Oleh sebab itu, KPAI meminta kepada Pemerintah Daerah Provinsi Banten untuk mengadakan koordinasi yang melibatkan lintas sektor, mulai dari pendataan sampai penanganan korban, yang dilakukan secara terintegrasi. "Dengan penentapan situasi darurat dari provinsi maka akan ada penanganan korban bencana, seperti pengerahan peralatan untuk tenda pengungsian, pengerahan logistik, kegiatan psikososial, termasuk pembangunan sekolah darurat," kata Susianah.
Menurut pantauan KPAI, anak-anak tersebut saat ini masih melakukan kegiatan belajar di teras sekolah yang masih rusak. Keadaan sekolah tersebut cukup membahayakan anak-anak tersebut.
KPAI akan terus melakukan pengawasan terhadap pemenuhan hak anak atas sekolah atau madrasah darudat di lokasi bencana. Hal itu baik selama situasi darurat sampai tersedianya ruangan belajar karena saat ini gedung sekolah tidak dapat difungsikan akibat gempa. "Penyelenggaraan sekolah atau madrasah aman bencana yang akan menjadi lokus pengawasan KPAI meliputi antara lain terintegrasinya antarjenjaring pendidikan dan atau antarjenis pendidikan," kata dia.
Kemudian penyelenggaraan pendidikan formal atau nonformal yang diselenggarakan dengan cara menyusaikan waktu, tempat,sarana dan prasarana pembelajaran, pendidik, dan tenaga kependidikan. KPAI juga mendorong pemerintah daerah menyelenggarakan kegiatan psikososial bagi anak-anak korban bencana yang meliputi penyelenggarana kegiatan trauma healing.