Senin 29 Jan 2018 18:02 WIB

Gamawan Ungkap Pembicaraan Proyek KTP-El di Kantor Wapres

Ada perbedaan antara panitia lelang dan LKPP soal proyek KTP-el.

Mantan Mendagri Gamawan Fauzi saat menjadi saksi pada sidang kasus korupsi pengadaan KTP elektronik dengan terdakwa Setya Novanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (29/1).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Mantan Mendagri Gamawan Fauzi saat menjadi saksi pada sidang kasus korupsi pengadaan KTP elektronik dengan terdakwa Setya Novanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (29/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Mantan menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi mengungkap  pembicaraannya mengenai pengadaan KTP-Elektronik (KTP-el) di kantor wakil presiden yang pada saat itu dijabat oleh Boediono. Gamawan mengungkap hal ini saat menjadi saksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (29/1).

"Ada surat yang saya kirim ke wapres, untuk meminta agar wapres menyelesaikan, tolong Pak Wapres ini ada perbedaan supaya fair," kata Gamawan, Senin.

Gamawan bersaksi untuk Setya Novanto yang menjadi terdakwa dalam kasus korupsi proyek pengadaan KTP-el  yang merugikan keuangan negara senilai Rp 2,3 triliun. Perbedaan yang dimaksud Gamawan itu, terjadi antara panitia lelang dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah (LKPP).

LKPP minta agar pengadaan KTP-el dapat dipecah menjadi sembilan paket pengadaan. Sedangkan, panitia lelang termasuk tim teknis yang termasuk ada di dalamnya eselon I Kemendagri tidak menyetujui hal itu.

"Saya sebenarnya menolak untuk mengerjakan proyek itu, kalau bisa jangan Kemendagri karena ini terlalu berat bebannya Rp 5,9 triliun," tambah Gamawan.

Rapat tersebut dilakukan pada 11 Februari 2011. "Saya mengatakan ke wapres, dirapatkan ada putusan di situ, Pak Sofyan Djalil (menteri BUMN), surat saya tadi ditimpali lagi oleh Menko Polhukam Djoko Suyanto untuk minta tolong ditindaklanjuti. Tapi pak wapres mengatakan itu tujuan dan fungsi Kemendagri," ungkap Gamawan.

Sedangkan, Dirjen Dukcapil Kemendagri saat ini Zudan Arif Fakrulloh yang juga dihadirkan menjadi saksi mengakui, bahwa ada 20 persen peralatan KTP-el yang sudah rusak setelah tujuh tahun. "Karena sudah tujuh tahun, maka ada 20 persen sudah mengalami kerusakan, printer rusak tidak bisa dipakai. Kami ada 6.000 titik kecamatan, 1.200 sudah tidak bisa dipakai, jalan keluar dari dinas dukcapil jemput bola ke kecamatan," kata Zudan.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement