REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Sosial menyatakan siap berkolaborasi dengan Kementerian/Lembaga terkait guna mengatasi stunting penduduk miskin. Program Keluarga Harapan (PKH) menjadi senjata Kemensos mengatasi stunting.
"Stunting akan berdampak pada tingkat kecerdasan, kerentanan terhadap penyakit dan penurunan produktivitas. Karenanya, perlu intervensi berbagai pihak. Butuh pula kerja sama antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah," ungkap Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial, Harry Hikmat saat menjadi narasumber dalam workshop acara puncak Hari Gizi Nasional ke-58 di Kementerian Kesehatan, Kamis (25/1).
Harry menjelaskan stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi di dalam kandungan dan pada masa awal setelah anak lahir, atau dalam 1000 hari pertama kehidupan.
Kementerian Sosial, kata Harry, memasukkan ibu hamil dan anak bawah lima tahun (Balita) sebagai salah satu komponen bantuan sosial Program Keluarga Harapan (PKH). Sasaran tersebut agar ibu hamil dan balita bisa mendapatkan asupan gizi mencukupi. "Nominal intervensi yang diberikan Pemerintah sejumlah Rp1.890.000 yang diberikan dalam empat tahap selama satu tahun. Bantuan disalurkan secara nontunai," tuturnya.
Bantuan tersebut, lanjut Harry, tidak diberikan secara cuma-cuma melainkan dengan sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi. Harry menerangkan, Ibu-ibu hamil peserta PKH harus memenuhi kewajiban memeriksakan kehamilan minimal empat kali selama masa kehamilan.
"Pemeriksaan ini adalah upaya yang dilakukan pemerintah menurunkan angka kematian ibu dan bayi, termasuk didalamnya bayi stunting. Tujuannya agar ibu hamil dan bayi yang lahir nantinya sehat," tuturnya.
Sedangkan, terhadap balita, tambah Harry, bertujuan agar si balita memperoleh imunisasi dan nutrisi yang sehat sebagai bekal tumbuh kembang anak. Sebagai informasi, sekitar 37 persen atau kurang lebih 9 juta anak balita di Indonesia mengalami masalah stunting (Riskesdas 2013, Kemenkes). Baseline data prevalensi stunting pada tahun 2014 adalah 32,9 persen dengan target 2019 sebesar 28,0 persen.