REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengungkap kasus balita/bayi yang bertubuh pendek (stunting) bisa disebabkan beberapa faktor atau faktor multi dimensi. Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kemenkes Anung Sugihantono mengutip data dari Kemenkes dan Bank Dunia 2017 bahwa stunting disebabkan faktor multi dimensi.
Faktor itu diantaranya praktek pengasuhan yang tidak baik seperti masih kurangnya pengetahuan tentang kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan, kemudian 60 persen anak usia 0-6 bulan tidak mendapatkan air susu ibu (ASI) eksklusif, dan dua dari tiga anak usia 0-24 bulan tidak menerima makanan pendamping ASI (MPASI).
"Kemudian faktor terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan Ante Natal Care (ANC), Post Natal, dan pembelajaran dini yang berkualitas,"katanya saat puncak peringatan Hari Gizi Nasional (HGN) ke-58, di Jakarta, Kamis (25/1).
Ini bisa dilihat dari indikasi satu dari tiga anak berusia 3-6 tahun tidak terdaftar di pendidikan anak usia dini (PAUD), dua dari tiga ibu hamil belum mengkonsumsi zat besi yang memadai, menurunnya kehadiran anak di pos pelayanan terpadu (posyandu) dari 79 persen di 2007 menjadi 64 persen di 2013, dan tidak memadainya akses ke layanan imunisasi. Selain itu, Anung menambahkan kurangnya akses ke makanan bergizi juga ikut menjadi faktor munculnya stunting.
Ini bisa dilihat dari indikator satu dari tiga ibu hamil anemia, hingga harga makanan bergizi yang mahal. Faktor terakhir, kata dia, adalah kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi.
"Ini bisa dilihat satu dari lima rumah tangga masih buang air besar (BAB) di ruang terbuka. Kemudian satu dari tiga rumah tangga belum memiliki akses ke air minum bersih," ujarnya.