Kamis 25 Jan 2018 15:16 WIB

Perpres Bebas Visa Dinilai Menjadikan Indonesia Negara Murah

Komisi III DPR meminta pemerintah membatalakan kebijakan bebas visa untuk 169 negara.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Andri Saubani
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyampaikan pendapatnya dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (25/1).
Foto: Republika/Prayogi
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyampaikan pendapatnya dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (25/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah anggota Komisi III DPR kembali meminta Pemerintah dalam hal ini Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly untuk mengevaluasi Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2016 tentang kebijakan bebas visa kunjungan (BVK) bagi 169 negara. Hal ini yang mengemuka dalam rapat kerja Komisi III DPR dengan Menkumham pada Kamis (25/1).

Sebagian anggota menilai, kebijakan bebas visa kunjungan ke 169 negara untuk meningkatkan wisatawan asing ke Indonesia tidak berjalan efektif. Alih-alih menambah pemasukan dari kunjungan wisatawan, tetapi malah menambah jumlah pelanggaran warga negara asing.

"Ini perpres konyol. Seperti negara murah begitu, ini perlu evaluasi serius. Karena kalau kita hitung kita justru rugi, padahal Republik ini sedang butuh duit," ujar Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP Arteria Dahlan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Kamis (25/1).

Arteria melanjutkan, kebijakan BVK 169 negara justru menimbulkan persoalan lain mulai kerawanan sosial maupun ancaman politik. Karena itu, ia berharap agar perpres tersebut dicabut.

Hal sama diungkapkan Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Gerindra Supratman Andi Agtas perihal evaluasi perpres tersebut. Sebab, tidak banyak yang didapat negara dari kebijakan bebas visa kunjungan 169 negara itu.

"Faktanya jumlah kunjungan wisatawan kita malah anjlok. Jadi nggak ada korelasinya dengan kebijakan bebas visa ini. Jadi perlu ditinjau kembali, karena bisa menimbulkan hal lain, seperti masalah sosial," ujar Supratman.

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS Nasir Djamil mengingatkan bahwa permintaan evaluasi kebijakan BVK 169 negara sudah pernah menjadi kesimpulan pada rapat pada Juli 2017 lalu. Karenanya ia berharap setelah rapat kerha hari ini ada tindakan nyata terkait evaluasi kebijakan tersebut.

"Karena itu barangkali soal perpres ini betul-betul dievaluasi. Cukup lah raker ini menajdi kesimpulan terakhir soal perpres ini. Banyak mudarat daripada manfaat. Artinya menteri menteri bisa memasukkan rekomendasi pada presiden," ujar Nasir.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement