REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Senator Jakarta Fahira Idris mengungkapkan, setelah menunggu sejak 2012, warga DKI Jakarta yang tinggal di perkampungan dan warga yang masih setia berprofesi sebagai pengayuh becak di perkampungan, bisa bernapas lega. Selama ini, kehadiran mereka yang selama ini distigmakan sebagai sumber masalah pembangunan kota yang modern.
"Stigma itu, kini dihapus oleh Gubernur Anies Baswedan dan Wakil Gubernur Sandiaga Uno. Warga kampung kini menjadi bagian dari solusi mengubah Jakarta menjadi lebih baik," kata Fahira dalam keterangan persya, Kamis (18/1).
Fahira mengatakan, rencana penataan kampung-kampung di Jakarta dan membolehkan becak beroperasi di kawasan tertentu, sebenarnya sudah mulai bergulir di awal-awal Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Namun, sayangnya rencana tersebut tidak kunjung terdengar saat tampuk kepemimpinan beralih ke Ahok.
Hal itu dikarenakan, Jokowi terpilih menjadi Presiden. Padahal, penataan kampung dan becak sudah menjadi kontrak politik pasangan Jokowi-Ahok saat kampanye Pilkada DKI Jakarta 2012. "Kita patut bersyukur ada pemimpin yang sepenuh hati mau melunasi janji-janji pemimpin terdahulu," kata dia.
Menurut Fahira, kontrak politik sebelumnya yang tidak ditunaikan biarkan menjadi catatan sejarah. Saatnya warga Jakarta terutama mereka yang di kampung-kampung kota, mempersiapkan diri menjadi bagian penting dari proses pembangunan di DKI Jakarta. "Warga Jakarta saat ini mulai dikembalikan khittahnya sebagai subyek pembangunan," ucap Fahira.
Sejumlah tukang becak yang tengah menunggu penumpang di daerah Pasar Bahari, Jakarta Utara, Kamis (18/1).
Dikatakan Fahira, Program Community Action Plan (CAP) atau program peningkatan kualitas kawasan permukiman kampung-kampung di Jakarta yang baru diluncurkan Anies senada dengan rencana Jokowi saat menjadi Gubernur dalam menata kampung-kampung di Jakarta. Saat itu, Jokowi merencanakan penataan kampung tidak hanya dilakukan dengan konsep kampung deret, tapi penataan kampung juga disesuaikan dengan kekuatan lokal yang ada di masing-masing kampung.
"Seingat saya di masa Pak Jokowi desain penataan kampung sudah ada. Tapi, ya kita tahu sendiri kelanjutannya seperti apa," ujarnya.
Setelah itu, oleh gubernur penggantinya, kampung bukan ditata malah digusur. Program CAP ini adalah lembaran dan harapan baru warga kampung kota Jakarta. "Saya berharap warga Jakarta lain yang hidupnya lebih nyaman, terbuka matanya bahwa kampung adalah bagian integral dari pembangunan Kota Jakarta yang harus ditata bukan digusur," tegas Ketua Komite III DPD itu.
Selain itu, penataan becak di kampung-kampung di mana becak masih beroperasi, yang menjadi kontrak politik gubernur dan wakil gubernur terdahulu, juga hendak ditunaikan Anies-Sandi. Namun, anehnya masih ada sebagian masyarakat bahkan akedemisi dan pengamat yang gagal paham terhadap rencana penataan becak ini.
Mereka, papar Fahira, menganggap kebijakan tersebut akan membanjiri jalan-jalan protokol di Jakarta dengan becak. Menurutnya, mereka tidak memahami persoalan yang sebetulnya tengah terjadi. Sebab ada banyak warga yang menggantungkan nafkahnya dengan mengayuh becak.
"Tidak paham isu tapi berkomentar, jadi ya gagal paham. Sesekali jalan-jalanlah ke Teluk Gong, ke Koja, Cilincing, atau ke Tanjung Priok, becak masih ada bahkan ada ribuan warga yang menggantungkan nafkahnya sebagai pengayuh becak," tandasnya.
"Becak masih dibutuhkan setidaknya bagi emak-emak yang hendak dan pulang dari pasar. Mereka mencari nafkah halal sehinga harus dimudahkan. Tidak boleh lagi abang-abang becak, tiap hari harus kucing-kucingan dengan aparat," ujarnya.