Rabu 17 Jan 2018 00:13 WIB

Kisah Mantan Buruh Migran dan Masaro

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Andri Saubani
Bank Sampah (Ilustrasi)
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
Bank Sampah (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Sampah, menjadi suatu hal yang tidak bisa dihindari dalam kehidupan warga sehari-hari. Segala aktivitas yang dilakukan warga, pasti menghasilkan sampah. Jika tak dikelola dengan baik, maka sampah akan menjadi beban bagi alam dan menimbulkan masalah bagi warga itu sendiri.

 

Namun sayang, kesadaran warga untuk mengelola sampah yang mereka hasilkan masih rendah. Sampah itu benar-benar mereka perlakukan sebagai sampah yang dianggap tak memiliki nilai ekonomis. Kelestarian lingkungan yang terganggu akibat sampah juga tak mereka perhatikan.

 

Kondisi itu pun menggugah kesadaran para mantan buruh migran dan keluarga mereka yang tergabung dalam Community Based Organization (CBO) Ikatan Buruh Migran Tinumpuk (Ibu Tin) Bersih, Sehat, Rapi, Indah (Berseri), Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu. Dimulai dari lingkungan sendiri, mereka mulai peduli pada masalah sampah dengan mendirikan bank sampah pada akhir 2013 lalu.

 

Bank sampah itu juga dijadikan sebagai salah satu unit usaha pemberdayaan para mantan buruh migran dan keluarga buruh migran yang menjadi anggota CBO Ibu Tin Berseri. Tujuannya, agar para mantan buruh migran itu bisa memiliki usaha sendirisehingga tak perlu berangkat lagi ke luar negeri.

 

Melalui bank sampah, para anggota menabung dalam bentuk sampah yang bernilai ekonomis, seperti misalnya plastik ataupun botol. Berdasarkan kesepakatan anggota, simpanan di bank sampah akan dibayarkan setahun sekali menjelang lebaran. Namun, jika ada anggota yang sangat membutuhkan uang, maka simpanan tersebut bisa dicairkan saat itu juga.

 

Seiring berjalannya waktu, aktivitas mereka mendapat dukungan luas dari berbagai pihak. Salah satunya dari PT Polytama Propindo, di Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu. Sebagai salah satu produsen terbesar di Indonesia yang memproduksi resin polipropilena (plastik), perusahaan itu memiliki program CSR yang diberi nama Masaro (Manajemen SampahZero).

 

Dengan menggandeng pihak Laboratorium Teknologi Polimer Membran ITB dan bekerja sama dengan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Indramayu, program itu dirancang untuk mengatasi masalah sampah. Program tersebut difokuskan di Desa Tinumpuk, yang tak jauh dari lokasi pabrik PT Polytama Propindo.

 

Melalui komunitas CBO Ibu Tin Berseri, program Masaro dimulai dengan memberikan edukasi dan sosialisasi secara intensif kepada warga desa, sekolah dan madrasah di desa tersebut. Dalam sosialisasi itu, warga dan anak-anak diajarkan untuk memanajemen dan mengelola sampah sehingga tercapai zero sampah.

 

"Kami berharap, mulai dari orang tua sampai anak-anak sadar dan memahami bagaimana memilah sampah dan mengelolanya sehingga ke depan tidak perlu lagi ada TPS dan TPA," kata General Manager PT Polytama Propindo, Dwinanto Kurniawan.

 

Ketua CBO Ibu Tin Berseri, Mutiah menjelaskan, dalam program Masaro, warga diajarkan untuk memilah sampah antara sampah yang masih memiliki nilai ekonomis, sampah membusuk/organik dan sampah B3. Untuk sampah yang masih memilikinilai ekonomis, maka akan masuk dalam bank sampah. Semua penghasilan dari sampah yang disetorkan warga akan dicatat dalam buku tabungan.

 

Sedangkan, sampah membusuk dilingkungan warga, seperti sisa makanan maupun dedaunan, akan dikumpulkan dalam wadah drum dan digiling serta difermentasi. Hasilnya, akan tercipta pupuk cairdan bahan bakar pengganti minyak tanah.

 

Untuk sampah B3, jika tergolong sampah kering, akan langsung dibakar. Sedangkan, jika tergolong sampah basah, eperti misalnya diapers bekas, akan diambil jelinya untuk dijadikan campuran dalam pengolahan , sampah membusuk dan sisanya dibakar. Untuk pembakaran sampah yang sudah tidak terpakai itu, PT Polytama Propindo sudah menyediakan alat insenerator.

 

"Pokoknya sampah apa pun akan kami terima karena semua jenis sampah ada nilai ekonomisnya. Kalau sampahnya ternyata tidak bisa dikelola, maka akan masuk insenerator," terang perempuan yang pernah menjadi buruh migran ke Timur Tengah itu.

 

Mutiah mengakui, saat ini mayoritas nasabah bank sampah masih merupakan anggota CBO Ibu Tin Berseri. Dia berharap, akan semakin banyak warga yang menyadari mengenai nilai dan manajemen sampah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement