REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menilai hubungan antara institusinya dengan KPK harus harmonis. Sehingga, dirinya bertekad untuk mewujudkannya.
"Setelah saya melihat perkembangan terakhir, saya akan menjalin komunikasi yang baik dengan KPK," kata Bambang di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (16/1).
Dia meyakini, kalau hubungan DPR dengan KPK berjalan harmonis maka hubungan DPR dengan semua institusi pemerintahan maupun lembaga masyarakat juga akan berjalan baik. Bambang menjelaskan, untuk mewujudkan hamonisasi antara DPR dan KPK, dirinya akan mendorong agar Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket DPR tentang Tugas dan Kewenangan KPK dapat segera mengeluarkan rekomendasi akhir.
"Selesaikan rekomendasi pansus karena menjadi titik gesekan diantara dua lembaga padahal tujuan kita baik. Saya meyakini rekomendasi yang muncul, KPK melihatnya sebagai bahan perbaikan," ujarnya.
Selain itu Bambang berjanji akan menciptakan hubungan yang harmonis antara DPR dengan pemerintah. Yaitu, dengan membuat teduh suasana di internal DPR.
Menurut dia, DPR dan Pemerintah harus berpikir untuk kepentingan rakyat yaitu mewujudkan lapangan pekerjaan, sembako murah, dan rumah terjangkau. "Saya ingin membawa DPR yang teduh, kalau parlemen teduh maka hubungan dengan pemerintah pasti lebih bagus," tuturnya.
Politikus Partai Golkar itu menyadari, bahwa DPR di dua tahun ini menghadapi tiga agenda politik besar. Pertama; pada 2018 akan melaksanakan pilkada serentak dengan beberapa titik rawan.
Kedua, menurut dia, dihadapkan dengan friksi atau gesekan di internal partai terkait penentuan nomor calon anggota legislatif karena tiap kader pasti bersaing untuk mendapatkan nomor cantik. "Lalu dihadapi dengan lobi-lobi penentuan calon presiden dan calon wakil presiden sehingga pasti ada gesekan antar elite partai untuk mendapatkan rekomendasi," katanya.
Namun, dia menginginkan agar konsolidasi yang dilakukan di partai dan apa yang terjadi di parlemen, dapat berjalan paralel. Hal itu menurut dia agar tidak ada kesan bahwa memasuki tahun politik, DPR lalai terhadap kewajibannya atau menomorduakan tugas di parlemen.