REPUBLIKA.CO.ID, Belum mereda kabar mahar politik yang menyeret Partai Gerindra dan PKS dalam sepekan terakhir, dunia perpolitikan Indonesia kembali gonjang-ganjing dengan kabar pemecatan Oesman Sapta Odang (OSO) dari jabatan ketua umum Partai Hanura. Pemecatan itu disebut sebagai bentuk respon partai atas mosi tidak percaya yang dikeluarkan pengurus DPP terhadap sosok OSO.
OSO yang dilantik sebagai Ketua Umum Partai Hanura pada 22 Desember 2016 dalam Musyawarah Nasional Luar biasa. Jabatan OSO sebenarnya baru akan berakhir pada 2020 mendatang, namun pemecatan dilakukan lantaran OSO dituding melakukan sejumlah kesalahan.
Patut diingat, pemecatan ketua umum partai politik bukan perkara main-main. Ada banyak konsekuensi yang bakal didapatkan sebuah parpol yang memecat anggota bahkan ketua umumnya. Apalagi memasuki tahun politik pada 2018 dan 2019 mendatang. Apakah Hanura kesusu atau terlalu cepat mengambil keputusan? Hanura mengaku punya alasan. Sejumlah petinggi Hanura kepada awak media menjelaskan alasan mereka memberhentikan OSO sebagai orang nomor satu di partai tersebut.
Sebelum keputusan pemecatan dilakukan, jajaran elite Partai Hanura menggelar rapat internal, seperti Dewan Pembina Partai Wiranto, Ketua Dewan Penasihat Subagyo HS, Waketum Nurdin Tampubolon, Wisnu Dewanto, Dariyatmo dan Sekretaris Jenderal Sarifuddin Suding. Dalam satu tahun terakhir, OSO dituding melakukan sejumlah pelanggaran.
Mosi tidak percaya dilaporkan 27 DPP tingkat Provinsi dan sekitar 400 DPC tingkat kabupaten/kota. Sarifuddin Sudding memastikan, dukungan Hanura terhadap pemerintahan Jokowi tidak akan berubah. "Oh enggak, enggak (berubah), iya pasti," kata Sudding di Hotel Ambhara, Jakarta, Senin (15/1).
Mengenai pergantian ketua umum nantinya, dikatakan akan dilakukan secepatnya atau dalam kurun waktu satu pekan dari hari ini. Ketua DPP Partai Hanura, Rufinus Hutauruk mengatakan akan dibicarakan dengan internal partai lebih lanjut dalam musyawarah nasional luar biasa (munaslub) yang rencananya akan digelar pada pekan depan.
"Munaslub diharapkan satu minggu ini selesai, itu tadi keputusan," kata Rufinus.
Posisi OSO kini sementara digantikan Marsekal Madya (Purn) Daryatmo. "Saya siap melaksanakan tugas plt karena dilandasi rasa tanggung jawab saya kepada partai. Saya tidak punya keinginan apa-apa kecuali ingin memberikan kontribusi yang terbaik dari yang saya miliki," ujar Daryatmo dalam konferensi pers di Hotel Ambhara, Jakarta, Senin (15/1).
Rufinus sebelumnya mengaku tidak pernah terpikir OSO akan melakukan tindakan pelanggaran seperti yang dilaporkan anggota partai. Namun dalam rapat yang dilakukan tadi, antusias kader dalam menyampaikan uneg-uneg mereka terlihat sangat tinggi. Semua pendapat dan masukan telah ditampung dan dieksekusi dengan baik oleh partai.
"Saya lihat contoh ada beberapa hal yang menjadi landasan pertama anggaran dasar ditabrak sedemikian rupa. Banyak pasal juga yang dilanggar," kata Rafinus.
OSO, kata dia, memecat kader partai tanpa ada rapat harian. Selain itu kader banyak menerima ancaman dan ada mekanisme yang dilanggar terhadap keuangan partai. OSO juga disebut menabrak integritas partai yang telah dibangun selama ini. Mekanisme pengangkatan maupun pemecatan kader pun dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan seharusnya.
Wasekjen Partai Hanura, Dadang Rusdiana menyebut OSO kerap mengambil keputusan tidak pernah dalam rapat, tapi keputusan sifatnya subyektif atau pribadi. Tidak hanya itu, kata Dadang, dalam Pilkada OSO sengaja mengeluarkan Surat Keputusan (SK) ganda. Sehingga di menimbulkan kekacauan di daerah-daerah. Kemudian tata kelola keuangan buruk. Bahkan menurutnya, uang partai dimasukan ke dalam rekening perusahaan. Juga memimpin dengan ancam-ancaman.
"Manajemen by threat. Banyak kata-kata kasar yang dilontarkan dalam berbagai kesempatan. Akibatnya elektabilitas partai semakin memburuk," ujar Dadang.
"Jadi," kata anggota Komisi X DPR itu melanjutkan, "kalau loyalis Pak OSO menyatakan ini rapat ilegal aneh. Ini rapat yang sah menurut AD/ART."