Ahad 14 Jan 2018 18:33 WIB

Promosi Investasi Saham Sasar Desa

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Dwi Murdaningsih
OJK dan BEI Perwakilan Sumatra Barat melakukan kampanye investasi saham di sebuah mal di Padang.
Foto: Sapto Andika Candra
OJK dan BEI Perwakilan Sumatra Barat melakukan kampanye investasi saham di sebuah mal di Padang.

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG - Kampanye investasi di pasar modal kini mulai merambah nagari, setingkat desa, di Sumatra Barat. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memandang Sumbar merupakan salah satu pasar potensial bagi industri pasar modal Indonesia.

Dari 5,6 juta penduduk, baru 8.724 investor asal Sumatra Barat yang bertransaksi di pasar modal. Angka tersebut masih 0,15 persen dari total penduduk. Artinya, peluang investasi yang bisa digenjot masih sangat luas.

Akhir pekan ini misalnya, sosialisasi pasar modal diadakan di Nagari Kumanis, Kecamatan Sumpur Kudus, Kabupaten Sijunjung, Sumbar. Acara yang dikemas dalam 'Desa Nabung Saham' tersebut mengundang tokoh masyarakat dan pengurus kenagarian setempat. Tujuannya, agar masyarakat lebih melek terhadap potensi investasi saham.

 

Kepala Perwakilan OJK Sumatra Barat Darwisman menjelaskan, investasi di pasar modal bisa dibilang sangat menguntungkan. Kejelian investor dalam menanamkan sahamnya, bisa mendatangkan keuntungan berlipat ganda. Masyarakat desa, lanjutnya, tak terkecuali bisa menjajal investasi saham. Ia mengambil contoh di Cina, hampir sebagian besar penduduknya ikut terlibat dalam perdagangan saham.

 

"Bahkan para petani di sana (Cina) ikut jual beli saham. Akan tetapi, ditengah hiruk-pikuknya pemberitaan, banyak masyarakat kita (Indonesia) yang belum tahu tentang potensi saham," ujar Darwisman, akhir pekan ini.

 

Besarnya potensi Sumbar di industri pasar modal terlihat dari capaian nilai penempatan investor sumbar pada aset saham sepanjang 2017 lalu, yakni sebesar Rp 611,3 miliar. Sementara nilai penempatan investor Sumbar pada aset nonsaham, seperti sukuk, obligasi, atau reksadana, menyentuh Rp 1,01 triliun.

 

Seluruh angka tersebut tercapai 'hanya' oleh 0,15 persen penduduk Sumbar yang berperan sebagai investor. Dipandang memiliki potensi yang besar, OJK kemudian mulai gencar mengampanyekan investasi saham di desa-desa atau nagari.

Darwisman mengungkapkan, berinvestasi saham memberikan banyak manfaat. Secara makro ekonomi, investasi di pasar modal berfungs sebagai sarana pemerataan pendapatan. Masyarakat dapat menikmati keuntungan dari perusahaan walaupun mereka bukan pendiri atau pengelola, yaitu dengan membeli saham perusahaan tersebut.

 

"Sehingga keuntungan perusahaan dapat dinikmati masyarakat umum dengan bantuan pasar modal," katanya.

 

Sebaliknya, bagi perusahaan pasar modal juga memberikan keuntungan besar, yaitu untuk mengembangkan usahanya dengan menggunakan dana dari hasil penjualan saham di pasar ini tanpa harus utang ke bank yang bunganya cukup besar, dengan syarat yang rumit.

 

Darwisman memberi contoh perhitungan keuntungan dengan saham PT Bank Rakyat Indonesia, Tbk dengan kode sahamnya BBRI. Selama tahun 2017, ujar Darwisman, saham Bank BRI memiliki pertumbuhan harga saham yang baik. Pada awal tahun 2017 saham BRI berada pada kisaran harga Rp 2.400 per saham, dan pada akhir tahun 2017 saham Bank BRI diperdagangkan di level harga Rp 3.600 per saham. Artinya, saham Bank BRI mengalami kenaikan sebesar Rp 1.200 atau sebesar 50 persen.

 

"Seandainya pada awal tahun 2017 kita memiliki 5 ribu lembar saham Bank BRI, atau senilai Rp 12 juta maka dengan kenaikan sebesar 50 persen, selama tahun 2017, sahamnya naik jadi Rp 18 juta," ujar Darwisman.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement