REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Viva Yoga Mauladi mengatakan, persoalan beras bisa diselesaikan melalui koordinasi dan integrasi antarkementerian terkait. Menurutnya, perbedaan kebijakan pangan di internal pemerintah antara Kementerian Pertanian, dan Kementerian Perdagangan menjadi salah satu penyebab terjadinya persoalan pasokan beras.
Viva menjelaskan, menteri pertanian menyatakan bahwa produksi beras surplus dan sudah mencapai swasembada pangan sehingga tidak perlu impor. Adanya kenaikan harga beras bukan karena kurangnya stokbdan pasokan dibpasar, namun karena faktor distribusi dan tata niaga beras. Sehingga terjadi anomali harga pangan yang bukan disebabkan oleh faktor supply dan demand.
Adapun, menteri perdagangan menyatakan bahwa kenaikan harga beras saat ini akibat kurangnya stok dan pasokan ke pasar. Sehingga perlu dibuka impor. Apabila stok dan pasokan berkurang, maka dipastikan harga akan naik.
Menurut Viva, kunci untuk menyelesaikan persoalan pasokan beras yakni memperbaiki akurasi data produksi.
"Kuncinya adalah akurasi data produksi pangan versi Kementerian Pertanian dengan kenaikan harga pangan di pasar. Buktinya jika beras surplus mengapa harga naik?," ujar Viva kepada Republika.co.id, Ahad (14/1).
Menurut Viva, seharusnya pemerintah jangan membuat bingung masyarakat dengan perang opini yang kontradiktif antarkementerian di bidang pangan. Viva berpendapat, impor beras yang dilakukan berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
Dalam pasal 39 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 disebutkan, impor pangan tidak boleh berdampak negatif terhadap keberlanjutan usaha tani, peningkatan produksi dan kesejahteraan petani. Menurutnya, impor tidak boleh dilakukan saat petani panen.
"Oleh karena itu, koordinasi dan integrasi kementerian di pemerintahan perlu diperbaiki kembali," kata Viva.