Ahad 14 Jan 2018 06:07 WIB

Calon dari TNI/Polri Diminta Percepat Pensiun

Topi Polisi (ilustrasi)
Foto: senimanbeladiri.blogspot.com
Topi Polisi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolri dan panglima TNI diminta mempercepat pensiun dan pengunduran diri anggota Polri dan TNI yang maju mengikuti pemilihan kepala daerah (pilkada). Langkah itu perlu diambil jika calon tersebut sudah ditetapkan sebagai pasangan calon oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"Kami sudah minta kapolri dan panglima TNI juga kalau misalnya (anggota) mereka sudah ditetapkan sebagai calon, harus dipercepat surat pensiunannya," ujar anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja di Jakarta, Sabtu (13/1).

Menurut dia, hal itu penting karena akan memengaruhi fasilitas yang masih didapatkan para calon kepala daerah yang masih aktif, baik itu kendaraan dinas, pengawalan, dan sebagainya. "Karena kalau belum, perwira tinggi pasti dapat pengawalan, apakah ditarik atau tidak. Kemudian, mereka masih punya unsur komando, ada unsur senior dan junior kepada kapolres yang di bawahnya. Makanya kita minta dipercepat," kata Rahmat.

Jika masih menjabat, ia menambahkan, maka ada hubungan kedinasan yang dapat memengaruhi proses pencalonan. Hal itu dapat menjadi persoalan terkait masalah netralitas.

Hal itu pun sudah dikomunikasikan kepada kapolri maupun panglima TNI agar dapat memproses cepat pensiun anggotanya tersebut. "Beliau sudah menjanjikan. Alhamdulillah, sangat positif sekali dengan Pak Kapolri. Pak Kapolri menjanjikan, 'Ya, kita akan mempercepat pensiun, kita akan mempercepat proses pemberhentiannya dari perwira tinggi,’" kata Rahmat.

Siap hadapi risiko

Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI Mayjen M Sabrar Fadhilah menjelaskan, prajurit TNI yang telah mengajukan pensiun dan tak lolos verifikasi KPU tak bisa kembali berdinas. Karena itu, prajurit TNI harus siap menghadapi segala risiko atas keputusannya.

"Prajurit TNI yang memilih jalannya untuk berkarier di bidang politik telah melewati proses internal TNI dan didasari dengan pertimbangan yang matang," ungkap dia, Jumat (12/1).

Menurut dia, selain melalui pertimbangan yang matang, prajurit juga dihadapkan dengan segala risiko yang mungkin saja terjadi, termasuk jika tidak lulus verifikasi di KPU dan gagal maju dalam pilkada. "Prajurit TNI tersebut harus siap menghadapi risiko apabila tidak lulus verifikasi, karena belum adanya aturan yang menyatakan untuk dapat berdinas kembali di TNI,\" ujar Sabrar.

Sabrar juga mengingatkan prajurit TNI yang ingin terjun ke dunia politik untuk pensiun dini dari kedinasan. Dengan begitu, setelah kembali menjadi warga sipil, mereka dapat menggunakan hak politiknya untuk mengikuti pilkada serentak 2018.

Keinginan berpolitik, ujar dia, merupakan hak perorangan yang diatur oleh undang-undang. Prajurit TNI harus pensiun dari kedinasan TNI apabila ingin terjun ke dunia politik. Proses pengajuan pensiun dini itu melewati beberapa tahapan sampai mendapatkan persetujuan pimpinan TNI dan presiden RI.

"Begitu juga halnya dengan pengajuan pensiun dini Pangkostrad Letjen TNI Edy Rahmayadi telah melewati proses dan sudah disetujui oleh presiden," ujar Sabrar.

Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menambahkan, anggota Polri yang sudah mengundurkan diri harus tetap pensiun meski diperbolehkan kembali ke institusi secara regulasi. "Sebaiknya tetap lanjut pensiun dini dan jangan kembali lagi ke institusi Polri untuk menjadi jenderal polisi atau anggota Polri," kata Neta.

Alasannya, ujar dia, adalah pertimbangan etika dan moralitas. Dengan kembali ke Polri maka anggota tersebut akan mengganggu citra dan profesionalisme institusi. Setidaknya ada empat hal negatif yang disebutnya bakal terjadi.

Pertama, ajang pilkada akan menjadi ajang coba-coba bagi perwira Polri. Kedua, pilkada akan menjadi arena balas dendam.

Ketiga, dikhawatirkan akan muncul rasa iri dari figur Polri yang lain. Keempat, pilkada dipastikan menghabiskan dana politik yang tidak sedikit. Karena itu, dikhawatirkan bakal menimbulkan kecurigaan dari berbagai pihak. IPW pun berharap para perwira Polri yang tidak lolos dalam penetapan atau kalah dalam pilkada dapat berjiwa besar.

Pengamat kepolisian Universitas Indonesia Bambang Widodo Umar menyebut beleid yang mengatur pedoman polisi dalam menjalankan tugas, yaitu Undang-Undang Nomor 2/2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Ketentuan tersebut tertuang dalam pasal 23 tentang sumpah bagi anggota polisi dalam menjalankan tugas dan pasal 28 tentang ketentuan anggota polisi tidak boleh melibatkan diri dalam kegiatan politik praktis.

Menurut dia, bila seorang anggota Polri sudah ikut politik praktis, dia otomatis harus meninggalkan institusi, apa pun alasannya. "Konsekuen dengan undang-undang yang mengatur tugas pokoknya," ucap Bambang. Untuk itu, kata Bambang, para perwira tersebut bisa mengajukan permohonan pensiun dini.

(arif satrio nugroho/ronggo astungkoro, pengolah: mansyur faqih).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement