REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih mempertimbangkan pengajuan justice collaborator (JC) dari terdakwa perkara KTP-elektronik (KTP-el) Setya Novanto. JC sendiri merupakan pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum ke KPK.
"Masih dalam proses pertimbangan karena mengabulkan atau tidak posisi JC tidak bisa dilakukan secara cepat. Butuh pertimbangan yang cukup panjang," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Jumat (12/1).
Selain itu, kata dia, KPK pun akan melihat juga konsistensinya Setya Novanto dalam persidangan perkara KTP-el apakah yang bersangkutan cukup kooperatif dan mengakui perbuatannya.
"Kalau masih berbelit-belit dan tidak mengakui perbuatan tentu saja itu akan menjadi faktor tidak dikabulkannya JC karena itu kami butuh waktu. Kami lihat perkembangan proses penyidikan dan proses persidangan yang sedang berjalan ini sampai dengan tahap akhir nanti," tuturnya.
Menurut dia, posisi Novanto yang mengajukan JC akan sangat berkonsekuensi nantinya terhadap tuntutan, putusan, atau hal-hal setelah nantinya menjadi terpidana. "Itu perlu kami pertimbangkan lebih lanjut. Terutama kami juga akan melihat siapa saja aktor lain yang akan dibuka oleh Setya Novanto terkait KTP-el atau kasus yang lain," ucap Febri.
Untuk diketahui, Novanto didakwa mendapat keuntungan 7,3 juta dolar AS dan jam tangan Richard Mille senilai 135 ribu dolar AS dari proyek KTP-el. Novanto didakwa pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU Pemberantasan Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.