Jumat 12 Jan 2018 10:03 WIB

Kala La Nyalla 'Bongkar' Uang Mahar Prabowo

La Nyalla Mattalitti
Foto: Republika/Wihdan
La Nyalla Mattalitti

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Santi Sopia, Fauziah Mursid

Gerindra membantah keras perihal permintaan uang yang dituduhkan kepada Prabowo Subianto oleh La Nyalla Mattalitti.

Kabar mengejutkan datang dari Ketua Kadin Jawa Timur La Nyalla Mattalitti terkait Pilgub Jatim 2018. Terang-terangan La Nyalla mengaku telah diminta uang mahar untuk pencalonannya sebagai cagub Jatim oleh Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto. Ia pun memutuskan untuk berhenti menjadi kader partai Gerindra.

Prabowo, kata La Nyalla, meminta uang untuk saksi pilgub sebesar Rp 40 miliar. Awalnya, La Nyalla menyebut ia diminta uang ratusan miliar rupiah yang dikiranya becanda. Ternyata, itu serius. Mantan ketua umum PSSI ini tak memenuhi permintaan itu yang kemudian pencalonannya sebagai cagub Jatim pun dibatalkan.

Permintaan uang itu, menurut La Nyalla, disampaikan Prabowo pada Sabtu (10/12) di Hambalang, Bogor, saat Gerindra mengumumkan Sudrajat sebagai cagub pada pilgub Jabar. Uang itu harus diserahkan paling telat tanggal 20 Desember 2018. "Kalau tidak saya tidak akan mendapat rekomendasi," kata La Nyalla, Kamis (11/1).

La Nyalla mendapat mandat sebagai cagub Jatim pada 11 Desember di mana surat itu berlaku 10 hari. Dalam perjalannya, La Nyalla gagal mendapat partai koalisi dan cawagub pendampingnya. Sempat muncul wacana menyandingkannya dengan Anang Hermansyah, namun akhirnya kandas di tengah jalan.

Gerindra akhirnya memilih bergabung dengan koalisi PDIP-PKB mendukung Gus Ipul-Puti Guntur Soekarno bersama PKS. La Nyalla sempat mengaku mengembalikan mandat pencaloannya kepada Gerindra karena gagal mendapat partai koalisi dan pendamping.

Sebelumnya, La Nyalla mengaku sempat diminta uang syarat pencalonannya sebesar Rp 170 miliar oleh Gerindra Jawa Timur. Ia menyebut salah satu petinggi Gerindra Jatim yang mensyaratkan uang sebanyak itu. Kata La Nyalla, jika tidak ada Rp 170 miliar, Rp 150 miliar juga tidak apa-apa.

"Daripada saya uang sebanyak itu untuk rekomendasi, lebih baik buat bangun masjid, santuni anak yatim," kata dia.

Kisruh dugaan politik uang ini muncul menjelang kampanye pilkada serentak dimulai. Saat ini para kandidat kepala daerah baru saja menyelesaikan tes kesehatan. Isu ini muncul tak lama setelah Polri membentuk Satgas Anti-Politik Uang untuk mencegah terjadinya cara-cara kotor selama proses pilkada berjalan.

Tentu saja Gerindra membantah tudingan sepihak La Nyalla ini. Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon membantah pernyataan La Nyalla yang mengaku diminta dana Rp 40 miliar oleh Prabowo.

Fadli tidak pernah mendengar maupun menemukan bukti bahwa La Nyalla dimintai uang Rp 40 miliar oleh Prabowo. "Saya kira kalau dari Pak Prabowo nggak ada ya. Kalau misalnya itu terkait dipertanyakan kesiapannya untuk menyediakan dana untuk pemilu, yang itu digunakan untuk dirinya sendiri, saya kira itu sangat mungkin," ujar Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Kamis (11/1).

Kebutuhan uang itu berkaitan logistik dalam kontestasi seperti pilkada yang memang membutuhkan dana, sehingga perlu kesiapan dana. Namun terkait jumlah dana yang disiapkan dan sumber dananya, tidak hanya dibebankan satu orang.

"Belum tentu dananya dari dia. Bisa juga dari penggalangan maupun dari dana yang murni. Saya kira bukan untuk Pak Prabowo apalagi Gerindra. Saya kira itu lebih pada persiapan calon yang bersangkutan," kata Fadli.

Peserta pilkada harus mempunyai logistik yang cukup seperti untuk melakukan pertemuan, perjalanan, konsumsi, dan biaya saksi-saksi di TPS.

"Sangat besar. Hitungan-hitungan itu pasti terkait dengan saksi, gerakan relawan dam sebagainya. Jadi saya kira wajar, bukan untuk kepentingan pribadi, kepentingan partai, tapi kepentingan yang bersangkutan," kata Fadli.

La Nyalla diminta jangan keluar dari Gerindra

Wasekjen Gerindra Arief Poyuono mengklarifikasi tidak ada permintaan Rp 40 miliar dalam surat tugas Gerindra pada La Nyalla. Dia menyayangkan pernyataan La Nyalla terkait akan keluar dari Gerindra.

"Saya secara pribadi yang sudah menganggap Mas La Nyalla itu seperti kakak saya sendiri. Saya mohon agar jangan keluar dari Gerindra dan tetap berjuang bersama di Gerindra karena Pilgub Jatim bukan segalanya untuk bisa membawa Indonesia yang maju. Kita punya tujuan yang lebih besar untuk bangsa dan negara," kata Arief, Jumat (12/1).

Dari awal, Gerindra mengusung La Nyalla sebagai bakal cagub pada Pilgub Jatim. Ini terlihat dari  dizinkannya La Nyalla sebagai kader Gerindra untuk memasang fotonya bersama Prabowo di setiap pelosok Jatim.

Namun sampai surat tugas itu berakhir, La Nyalla tidak berhasil mendapatkan partai koalisi dalam hal ini partai besutan Amien Rais atau PAN. "Padahal setahu saya Pak Amien Rais itu mengusulkan La Nyalla juga namun Ketum PAN menolak mengusung Pak La Nyalla dengan alasan DPW PAN Jatim menolak," jelas Arief.

Mengenai uang Rp 40 miliar yang disebut La Nyalla diminta Gerindra untuk bayar saksi di TPS saat pencoblosan, kata Arief, kalaupun itu benar adalah sangat wajar. karena pertama kemenangan calon kepala daerah dalam Pilgub itu kuncinya adalah kekuatan para saksi di TPS-TPS.

Jumlah TPS di 38 kabupaten/kota yaitu 68.511 TPS pada pilgub Jatim 2018. Partai butuh tiga saksi untuk satu TPS- nya. "Kalau uang makan saksi sebesar 200 ribu per orang saja, maka dibutuhkan Rp 41 miliar," lanjutnya.

Belum lagi, kata Arief, saksi-saksi di tingkat PPS, PPK dan KPUD. Untuk dana pelatihan saksi sebelum pencoblosan yaitu sebesar rp 100 ribu per orang dan butuh tiga hari.

Artinya, masih dibutuhkan dana sebesar Rp 20,5 miliar. Kekurangan dana nantinya yang menanggung adalah kader Gerindra. Seperti pada Pilgub DKI Jakarta, tambah dia, seluruh kader Gerindra di Indonesia urunan untuk membantu Anies-Sandi.

Momentum

Pengakuan La Nyalla atas permintaan uang oleh Gerindra ini bisa menjadi momentum Satgas Anti-Politik Uang bentukan Polri untuk masuk. Satgas sudah bisa bekerja untuk menyelidiki tudingan ini biar tidak menjadi fitnah.

Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane Satgas sudah bekerja saat partai-partai mengincar para bakal calon. Tujuannya, agar bisa terdeteksi kebenaran isu uang mahar dari para calon untuk partai politik di Pilkada 2018 ini.

"Bagaimana pun uang mahar adalah bagian dari politik uang," kata Neta di Jakarta, Jumat (12/1).

Polri harus menggerakkan semua jaringannya, terutama untuk mencari informasi keberadaan politik uang di berbagai daerah. Intelijen, polsek dan polres harus menjadi ujung tombak untuk mendeteksi dugaan politik uang di pilkada.

Pascapilkada, sambung Neta, banyak kepala daerah yang tertangkap dalam kasus korupsi karena mereka harus mengembalikan uang politik yang dikeluarkan saat pilkada. Satgas Anti-Politik Uang ini sebuah terobosan dari Tito Karnavian untuk mewujudkan pilkada yang bersih dan terciptanya demokrasi yang berkualitas.

IPW berharap keberadaan Satgas ini berkelanjutan karena keberadaannya bagian dari tugas kepolisian seperti yang diamanatkan Tri Barata, yakni polisi sebagai penjaga moral masyarakat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement