Kamis 11 Jan 2018 06:00 WIB

DPR Gugat Ujian Nasional SD

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: EH Ismail
Ujian Nasional
Foto: ISTOCK PHOTO
Ujian Nasional

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Komisi X DPR dan Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK) mempertanyakan urgensi pelaksanaan ujian sekolah berstandar nasional (USBN) tingkat sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI). Anggota Komisi X DPR, Ferdiansyah, menyatakan, tidak pernah ada alasan jelas yang mendasari penyelenggaraan maupun pembagian porsi dalam membuat soal USBN. Sebab, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tidak pernah memaparkan hasil evaluasi USBN yang lalu secara mendetail.

“USBN SD kan baru tahun ini. Nah, coba paparkan hasil evaluasi dari USBN yang sebelumnya yang diterapkan di SMP dan SMA dengan jelas. Karena tidak pernah transparan dan dikemukakan dengan baik,” kata Ferdiansyah kepada Republika, Rabu (10/1).

Dia juga menyebutkan, ukuran yang menjadi acuan Kemendikbud dalam menyelenggarakan USBN tidak mendasar. Sebab, akreditasi sekolah nyatanya tidak menjadi pertimbangan apa pun dalam pelaksanaan USBN.

“Menurut saya, BSNP yang memberi masukan kepada Kemendikbud pun kurang cerdas. Buat apa coba sekolah diakreditasi A, B, kalau dalam hal ini disamaratakan semua?” kata Ferdiansyah.

Karena itu, dia meminta agar Kemendikbud bisa lebih transparan dalam setiap isu dan masalah pendidikan saat ini. Hal itu dinilai penting agar segala hal bisa dibahas dan dicarikan solusi bersama.

“Selama ini sudah terbuka, tapi tidak 100 persen. Setiap ditanya tentang satu masalah, bilangnya sudah bagus, ada peningkatan, gitu aja,” kata dia.

Pembina Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK), Najeela Shihab, berpendapat, perlu ada telaah dan evaluasi secara menyeluruh terkait urgensi pelaksanaan USBN SD. Sebab, PSPK menilai, USBN bukan menjadi media tepat dalam mengukur kemampuan siswa SD.

Menurut Najeela, selama ini ujian berstandar nasional diterapkan di SD, SMP, dan SMA dengan metode yang sama. Padahal, jika dilihat dari tahap perkembangan siswa, seharusnya metode pengujian seharusnya berbeda.

“Apakah tidak ada cara lain untuk menggambarkan kemampuan siswa SD?” kata Najeela usai diskusi terkait kebijakan pendidikan di Jakarta, Rabu (10/1).

Selain itu, dia juga melihat perlu ada evaluasi pada proses pembuatan soal USBN di seluruh daerah di Indonesia. Sebab, 75 persen dari soal USBN dikerjakan oleh daerah, yaitu oleh Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP).

Najeela pun menekankan agar pemerintah pusat, dalam hal ini Kemendikbud, harus tetap mengawasi dan memberi pendampingan atau pelatihan pada MGMP. Hal itu bertujuan untuk mengasah kemampuan guru agar bisa membuat soal yang berkualitas dan tepat sasaran.

“Porsi 25 persen soal USBN dibuat oleh pusat itu juga perlu dilihat, dievaluasi pembuatannya seperti apa? Mempertimbangkan aspek apa saja? Karena soal dari pusat ini untuk diujikan secara nasional?” ujar Najeela seraya meminta Kemendikbud agar bisa lebih fokus mengomunikasikan segala hal pada proses persiapan USBN, bukan hanya sekadar fokus pada isu-isu logistik, seperti pemberitahuan waktu penyelenggaraan USBN dan penyediaan soal.

Mendikbud Muhadjir Effendy mengatakan, pelaksanaan USBN SD berfungsi untuk merevitalisasi peranan guru. Sebab, proses pembuatan soal USBN tahun ini akan melibatkan guru setempat yang tergabung dalam Kelompok Kerja Guru (KKG).

Tahun ini, kata dia, perkembangan pada USBN jenjang SD terletak pada 75-80 persen soal ujian yang disiapkan oleh guru mata pelajaran pada satuan pendidikan yang dikonsolidasikan dengan KKG. “Selama ini, guru dimanjakan oleh fasilitas karena guru tidak bikin soal. Ini sangat tidak sesuai dengan tugas pokok guru yang berperan sebagai evaluasi,” kata Muhadjir saat menggelar konferensi pers tentang USBN 2018 di Gedung A Kemendikbud, Rabu (10/1).

Muhadjir mengakui, memang tidak mudah melakukan perubahan pandangan itu lantaran kualitas setiap guru di berbagai wilayah Indonesia berbeda. Namun, Kemendikbud akan tetap memberi bimbingan dan memandu pembuatan soal USBN SD dengan kisi-kisi yang dibuat oleh pusat.

Dia juga menegaskan, USBN tahun ini tetap akan mengujikan tiga mata pelajaran (mapel), yaitu matematika, bahasa Indonesia, dan IPA dengan porsi soal 90 persen pilihan ganda dan 10 persen esai. Adapun naskah soal ujian untuk mapel pendidikan agama, PPKn, IPS, seni budaya dan keterampilan, serta penjaskes dan olahraga seluruhnya atau 100 persen disiapkan sekolah.

“Jadi, soal USBN yang telah dibuat yang melibatkan guru dari berbagai sekolah dan disiapkan pusat akan direvisi dan disusun paket soal bersama KKG di bawah koordinasi Dinas Pendidikan kabupetan/kota,” kata Muhadjir.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement