Rabu 10 Jan 2018 15:47 WIB

Polda Sarankan Aturan Ganjil Genap Motor di Jalan Thamrin

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Bilal Ramadhan
Pengendara motor melintas di ruas Jalan MH, Thamrin, Jakarta, Selasa ( 9/1).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Pengendara motor melintas di ruas Jalan MH, Thamrin, Jakarta, Selasa ( 9/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keluarnya hasil putusan Mahkamah Agung (MA) atas pencabutan larangan motor di Jalan Thamrin, menuai penolakan dari kepolisian. Polda Metro Jaya menyarankan agar Gubernur membuat Pergub untuk aturan ganjil genap bagi motor yang melintas di Jalan Thamrin.

''Saran kami kepada Gubernur ke depan, sebelum dicabut itu dalam waktu dekat ini tentunya harus dikeluarkan Pergub yang baru, untuk membatasi sepeda motor sama halnya dengan roda empat, yaitu ganjil genap," kata Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Pol Halim Pagarra di Mapolda Metro Jaya, Rabu (10/1).

Kepolisian dengan tegas mengatakan menolak pencabutan larangan motor tersebut, sehingga polisi akan tetap memberlakukan tilang bagi motor yang melintas di jalan-jalan yang dilarang melintas bagi motor. "Sebelum ada pencabutan kami tetap melaksanakan kegiatan (penilangan) tersebut," ujar Halim.

Kepolisian tidak menyetujui pencabutan tersebut, dikatakan Halim, lantaran akan terjadi banyak pelanggaran motor yang melintas di sana. "Potensi banyaknya pelanggaran lalu lintas akan terjadi. Sejumlah aturan baru akan disiapkan bagi kendaraan bermotor yang melintas di kawasan itu," tutur dia.

Untuk diketahui, Dalam salinan putusan yang diunggah di website resmi www.mahkamahagung.go.id, majelis hakim yang diketuai Irfan Fachrudin mengabulkan permohonan yang diajukan oleh Yuliansah Hamid dan Diki Iskandar. Dalam putusan nomor 57 P/HUM/2017 itu MA menyatakan Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2) juncto Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) Pergub Nomor 141 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Pergub Nomor 195 Tahun 2014 tentang Pembatasan Lalu Lintas Sepeda Motor tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

MA menganggap pembatasan lalu lintas sepeda motor bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yakni Pasal 133 ayat 1 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pasal 11 UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia serta, Pasal 5 dan 6 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement