Selasa 09 Jan 2018 22:53 WIB

Pemerintah Melunak Terhadap Nelayan Sumbar

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Budi Raharjo
Nelayan menyiapkan batang bambu untuk digunakan sebagai tiang bagan. (ilustrasi)
Foto: Antara/Dedhez Anggara
Nelayan menyiapkan batang bambu untuk digunakan sebagai tiang bagan. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,PADANG -- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akhirnya memberikan kelonggaran terhadap nelayan bagan yang melaut di Perairan Sumatra Barat. Ditjen Perikanan Tangkap KKP memutuskan untuk memberikan lampu hijau kepada nelayan bagan untuk kembali melaut.

Pemerintah melunak setelah gelombang protes bermunculan di Sumbar akibat aturan yang membatasi jenis alat tangkap nelayan. Nelayan di Sumbar meminta adanya revisi atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.71/2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Tangkap Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara RI.

Sebetulnya polemik soal beleid tersebut mencuat sejak tahun lalu, lantaran alat tangkap nelayan di Sumatra Barat termasuk yang dilarang. Kelonggaran sempat diberikan pemerintah pusat dengan memberikan izin melaut bagi nelayan di Sumbar hingga 31 Desember 2017.

Awalnya, beleid yang diterbitkan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti tersebut harus dijalankan per Januari 2017. Dua kali perpanjangan izin bagi nelayan bagan di Sumbar diberikan, yakni Juni dan Desember 2017.

Masalah yang kini muncul, setelah izin habis di pengujung 2017, nelayan tak berani melaut. Mereka takut ditangkap aparat keamanan lantaran melanggar aturan yang dibuat pemerintah.

Akhirnya, pada Jumat (5/1) lalu dilakukan audiensi antara Pemerintah Provinsi Sumbar, perwakilan nelayan bagan, dan Ditjen Perikanan Tangkap KKP. Hasilnya, nelayan di Sumbar diperbolehkan melaut kembali dengan jenis alat tangkap yang saat ini dimiliki.

"Alat tangkap baik ukuran jaring waring dan daya lampu yang dipakai. Silakan lakukan penangkapan ikan, menunggu aturan direvisi," jelas Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sumbar Yosmeri, Selasa (10/1).

Bahkan untuk mempermudah perizinan, pemerintah pusat berinisiatif 'jemput bola' dengan membuka gerai perizinan kapal penangkap ikan hasil pengukuran ulang, atau disebut Tim Gerai, di Pelabuhan Bungus Padang. Nelayan bisa mengurus perizinan melautnya pada 16-19 Januari 2018 melalui Tim Gerai yang disediakan pemerintah pusat.

"Menyangkut alat tangkap diabaikan dulu, pokoknya diberikan izin dulu agar nelayan bisa ke laut," kata Yosmeri.

Di level daerah, Pemprov Sumbar juga telah menyurati Kepolisian Daerah (Polda) Sumbar dan Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut II Padang agar tidak melakukan penangkapan terhadap nelayan bagan yang memang berasal dari Sumbar. "Dengan begitu, nelayan kita (Sumbar) tidak akan ikut demo ke Istana pada 17 Januari nanti," katanya.

Ketua Persatuan Nelayan Bagan Sumatera Barat Hendra Halim sebelumnya mengatakan, terdapat dua ganjalan utama yang tertuang dalam Permen 71 tahun 2016. Pertama adalah aturan penggunaan mata jaring, yakni minimal 2,5 inchi. Padahal nelayan di Sumbar biasa menggunakan mata jaring berukuran 4 milimeter.

Alasannya, terdapat sejumlah jenis ikan yang memang berukuran kecil meski berusia dewasa. Ganjalan kedua adalah aturan penggunaan lampu di bagan. Beleid tersebut membatasi penggunaan daya lampu sebesa 14 ribu Watt (VA). Sementara bagan-bagan oleh nelayan di Sumatra Barat biasanya mengerahkan lampu dengan daya dalam rentang 25-30 ribu Watt.

"Kami pakai lampu untuk menangkap ikan. Kalau lampu kami tidak terang, ikan tidak datang, kalau mata jaring kasar, ikan yang kami tangkap lolos," jelas Hendra.

Sebenarnya ada satu poin lagi yang dipemasalahkan nelayan dalam Permen Kelautan dan Perikanan nomor 71 tahun 2016 tersebut, yakni perihal Pungutan Hasil Perikanan (PHP). Aturan tersebut mengharuskan nelayan membayar PHP hingga Rp 412 ribu per GT, untuk kapal-kapal di atas 30 GT. Sementara kapal di bawah 30 GT, PHP dipasang di angka Rp 4 ribu per GT. Namun terpenting, lanjut Hendra, adalah kepastian bagi nelayan agar tetap bisa melaut tanpa rasa takut.

Hendra menyebutkan, terdapat lebih dari 500 kapal bagan yang ada di Sumatra Barat. Dari angka tersebut, 250 kapal di antaranya berukuran di atas 30 GT, dan sisanya di bawah 30 GT. Nelayan-nelayan bagan di Sumbar tersebar di kawasan pesisir seperti Kota Padang, Pariaman, Kabupaten Pesisir Selatan, Agam, dan Pasaman Barat.

Bila masing-masing kapal setidaknya beranggotakan 20 nelayan dan satu nelayan menghidupi tiga orang saja, maka ada lebih dari 30 ribu jiwa di Sumbar yang penghidupannya bergantung dari bagan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement