REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Aggraini, mengatakan aturan penyerahan tiga dokumen bagi calon kepala daerah yang berasal dari kalangan militer dan kepolisian tetap memiliki potensi untuk terjadinya kekurangan. Netralitas TNI dan Polri dinilai tetap harus dibuktikan dalam pelaksanaan Pilkada serentak tahun ini.
"Potensi untuk melakukan kecurangan tentu ada. Masih ada pengaruh dari jabatan yang sebelumnya dipegang oleh para bakal calon kepala daerah tersebut," ungkap Titi ketika dikonfirmasi Republika.co.id, Senin (8/1).
Namun, ketentuan untuk menyerahkan tiga dokumen tersebut tetap diperlukan. Hanya saja, harus ada tindak lanjut terhadap pengawasan bagi netralitas TNI dan Polri dalam Pilkada.
Menurut Titi, pembuktian netralitas TNI dan Polri tetap menjadi isu yang penting di Pilkada tahun ini, khususnya di beberapa daerah penyelenggara. Sebab, Pilkada 2018 kembali diikuti oleh sejumlah petinggi TNI dan Polri.
"Meski sudah mengundurkan diri, dari kedua institusi tersebut tetap perlu membuktikannya. Harus ditekankan betul bahwa perwira TNI/Polri tidak boleh mengikuti politik praktis dan jika melanggar ada hukuman yang tegas untuk itu. Hal tersebut bisa terjaga salah satunya dengan kemauan para pimpinan baik TNI maupun Polri dalam mencegah potensi pelanggaran," kata Titi.
Sebelumnya, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy'ari, mengatakan surat pernyataan pengunduran diri oleh anggota TNI/Polri yang maju menjadi kepala daerah Pilkada 2018 tidak dapat ditarik kembali. Ada tiga surat yang harus disampaikan oleh perwira TNI/Polri saat mendaftarkan diri sebagai peserta Pilkada.
Menurut Hasyim, selain bagi TNI/Polri, aturan tersebut juga berlaku bagi anggota DPR, DPRD I, DPRD II, DPD dan PNS yang akan mengikuti Pilkada. "Ada tigadokumen yang harus disampaikan kepada KPU. Yang pertama adalahsurat pencalonan, di mana di dalamnya ada surat pernyataan kesedian/kesanggupan untuk mengundurkan diri dari jabatannya saat ini," ujar Hasyim kepada wartawan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin.
Surat pernyataan ini, kata dia, disampaikan pada saat pendaftaran. Dengan demikian, jika mereka mendaftar hari ini, maka surat pernyataannya disampaikan kepada KPU daerah setempat.
"Surat pernyataan pengunduran diri ini bukan main, surat pernyataan ini adalah surat yang tidak bisa ditarik kembali. Artinya apabila dari paslon di mana salah satunya anggota TNO/Polri, maka kemudian yg bersangkutan harus membuat surat pernyataan itu dan tidak dapat ditarik kembali, " tutur Hasyim.
Selanjutnya, setelah paslon Pilkada 2018 ditetapkan, para calon dari kalangan TNI/Polri menyerahkan surat keterangan dari lembaga atau pimpinan yang berwenang untuk memberhentikan yang bersangkutan. Surat keterangan dari pimpinan atau lembaga itu berupa pernyataan bahwa yang bersangkutan benar-benar mengundurkan diri dari jabatan TNI/Polri.
Surat ini diserahkan pada H+5 setelah penetapan paslon Pilkada 2018. "Dokumen yang ketiga berupa SK Pemberhentian paslon yang diterbitkan lembaganya. Jadi tiga dokumen itu yang disampaikan. Pada prinsipnya, orang-orang yg menurut undang-undang dikualifikasikan harus mundur ya harus mundur, tidak dapat ditarik kembali," kata Hasyim.