REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) berencana menambah mata pelajaran (mapel) dalam Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) tahun ajaran 2017/2018. Semula, siswa SD/MI akan diuji dengan tiga mata pelajaran saja dalam USBN. Gagasan terbaru, mapel yang kan diujikan dalam USBN SD/MI mencapai delapan mapel.
Kendati demikian, Kemendikbud belum memberikan keputusan final terkait gagasan tersebut. “Sedang berproses (dibahas). Kami akan rapat lagi untuk memfinalkan itu,” kata Kepala Pusat Penilaian dan Pendidikan (Kapuspendik) Kemendikbud Abduh kepada Republika, Senin (8/1).
Rencananya, hari ini, Selasa (9/1), Kemendikbud akan membahasnya kembali untuk mengambil keputusan final. Menurut Abduh, payung hukum yang akan menaungi kebijakan tersebut juga masih dalam pembahasan. Nantinya, semua hal yang menjadi keputusan akan dituangkan dalam revisi Permendikbud Nomor 3 tahun 2017 tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Pemerintah dan Penilaian Hasil Belajar oleh Satuan Pendidikan.
“Karena memang revisi Permendikbud-nya belum selesai. Kalau sudah selesai, baru akan diputuskan untuk kemudian kami sosialisasikan,” kata Abduh.
Abduh melanjutkan, memang perlu ada persiapan yang matang jika gagasan penambahan mapel pada USBN SD jadi diterapkan tahun ini. Karena itu, aspek-aspek kesiapan tersebut akan menjadi pertimbangan dalam keputusan final nanti.
“Rencananya pembahasan keputusan final akan dihadiri oleh pihak-pihak terkait. BSNP dan lainnya. Diharapkan akan ada keputusan terbaik,” ujar Abduh.
Kepala Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Bambang Suryadi, berpandangan, gagasan untuk menambah mapel dalam USBN SD belum bisa diterapkan pada tahun ajaran 2017/2018. Artinya, pelaksanaan ujian sekolah SD tetap mengacu pada kebijakan lama, yakni mengujikan tiga pelajaran saja.
Dia mengatakan, pembahasan internal Kemendikbud sudah memutuskan untuk meninjau ulang gagasan penerapan delapan mapel yang diujikan dalam USBN SD/MI tersebut. Peninjauan dilakukan mengingat instrumen pendidikan SD di sejumlah daerah di Indonesia belum optimal.
“Kesiapan itu bukan hanya kesiapan waktu, tapi juga kemampuan guru untuk menyiapkan dan soal itu. Artinya, belum semua guru memiliki kemampuan yang bagus dalam peningkatan soal,” kata Bambang kepada Republika, Senin (8/1).
Semula, BSNP mengusulkan untuk mengganti ujian sekolah (US) menjadi USBN pada tahun ajaran 2017/2018. USBN tersebut akan diterapkan dengan mengujikan sebanyak delapan mapel, yaitu Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, PKn, Seni Budaya, Prakarya, Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan (PJOK), dan Agama. Namun, dengan mempertimbangkan berbagai komponen penunjang pendidikan, Kemendikbud memutuskan untuk melakukan peninjauan lebih dalam terkait usulan tersebut. Artinya, pelaksanan US SD masih akan mengacu pada peraturan tahun ajaran 2016/2017 yang hanya mengujikan tiga mapel, yakni Bahasa Indonesia, Matematika, dan IPA.
Meski pun begitu, kata Bambang, ke depan tidak menutup kemungkinan gagasan untuk menambah mapel USBN SD akan bisa diterapkan. Tentunya dengan kondisi segala komponen pendukung pendidikan di seluruh SD/MI telah siap, seperti guru dan sarana prasarana lainnya.
Bambang menjelaskan, usulan penambahan mapel tersebut didasarkan pada amanat Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional yang harus berbasis standar. Adapun pelaksanan USBN tersebut dinilai sebagai salah satu instrumen untuk meninjau capaian kompetensi siswa SD.
“Tapi, ya itu, gurunya harus ditingkatkan dulu. Kalau sudah bagus tidak menutup kemungkinan bisa dilakukan. Gagasan tersebut menurut saya baik untuk diterapkan karena esensi USBN itu untuk menilai kompetensi dan capaian siswa,” kata dia.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bidang Pendidikan, Retno Listyarti, berpendapat, gagasan penambahan mapel USBN SD/MI hanya akan membebani psikologis siswa. Selain itu, gagasan tersebut juga dinilai mencederai esensi dari kurikulum 2013.
Menurut Retno, kurikulum 2013 mengamanatkan agar proses pembelajaran tidak lagi mengarah pada prosen hafalan semata. Karena itu, jika ada delapan mapel yang diujikan pada USBN SD/MI, maka sebetulnya pemerintah telah mengembalikan sistem pendidikan pada aturan lama, yakni hafalan.
Retno melanjutkan, ada juga beberapa mapel dari delapan mapel tersebut yang prinsip penilaiannya tidak sesuai jika di-USBN-kan, seperti mapel penjaskes dan kesenian. “Karena keduanya bukan sekadar teori, tapi lebih pada keterampilan” kata Retno.
Retno pun menyayangkan sikap pemerintah yang terkesan selalu terburu-buru dalam menerapkan setiap gagasan maupun kebijakan baru. Seringkali, kebijakan tersebut tanpa didahului ujicoba maupun pertimbangan yang matang. Karena itu, seringkali kebijakan yang diputuskan oleh Kemendikbud menimbulkan penolakan juga kehebohan di masyarakat.
“Saya meminta pemerintah untuk pikir-pikir dulu, kaji dulu, jangan diterapkan secara seratus persen begitu,” ujar Retno.