Jumat 05 Jan 2018 19:40 WIB

Alasan KPK Bebaskan Dua Orang Ini dalam OTT Bupati HST

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andri Saubani
Bupati Hulu Sungai Tengah (HST) Abdul Latif (kiri) yang terjaring dalam operasi tangkap tangan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan tiba di KPK, Jakarta, Kamis (4/1).
Foto: ANTARA FOTO/Rosa Panggabean
Bupati Hulu Sungai Tengah (HST) Abdul Latif (kiri) yang terjaring dalam operasi tangkap tangan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan tiba di KPK, Jakarta, Kamis (4/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kabiro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan, dibebaskannya Rudy Yushan Afarin selaku pejabat pembuat komitmen Pemkab Hulu Sungai Tengah dan Tukiman selaku konsultan pengawas dalam Kasussuap proyek pembangunan Rumah Sakit Daerah Umum (RSUD) Damanhuri Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, lantaran keduanya dianggap tidak terbukti menerima aliran dana.

"Dari pemeriksaan 1x 24 jam belum ada bukti yang cukup untuk menjerat keduanya. Saat ini penyidik baru fokus ke aliran uangnya," kata Febri di Gedung KPK Jakarta, Jumat (5/1).

Sebanyak enam orang diamankan dalam operasi tangkap tangan (OTT) tersebut dan empat di antaranya ditetapkan menjadi tersangka. Yakni, Bupati HST Abdul Latif, Ketua Kamar Dagang Industri Kabupaten HST, Kalimantan Selatan H Fauzan Rifani, Direktur PT Sugriwa Agung, Abdul Basit; dan Direktur Urtama PT Menara Agung, Donny Witono.

Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, diduga Latif menerima fee dari proyek pembangunan RSUD Damanhuri, Barabai sebesar Rp 3,6 miliar. Uang tersebut terkait pembangunan ruang perawatan kelas I, kelas II, VIP, dan super VIP di rumah sakit tersebut.

"Dugaan komitmen fee proyek tersebut adalah 7,5 persen atau sekitar Rp 3,6 miliar," ujar Agus dalam konfrensi pers di Gedung KPK Jakarta, Jumat (5/1).

Agus menerangkan, Latif menerima fee proyek itu secara bertahap dari Donny. Perusahaan yang dipimpin Donny PT Menara Agung merupakan penggarap proyek pembangunan RSUD Damanhuri tahun anggaran 2017.

"Dugaan realisasi pemberian fee proyek sebagai berikut, pemberian pertama dalam rentan September-Oktober 2017 sebesar Rp 1,8 miliar, kemudian pemberian kedua pada 3 Januari 2018 sebesar Rp 1,8 miliar," terang Agus.

Adapun, dalam OTT pada Kamis (4/1), KPK mengamankansejumlah barang bukti yakni, rekening koran PT Sugriwa Agung dengan saldo Rp 1,82 miliar dan Rp 1,8 miliar, uang Rp 65,65 juta dari brankas Latief, dan Rp 25 juta dari tas milik Latif di ruang kerjanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement