REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum PPP Muktamar Jakarta, Humphrey Djemat meminta agar Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly dapat bertindak sesuai aturan yang berlaku. Humphrey, menilai kunci untuk menghentikan konflik kepengurusan PPP saat ini berada di tangan Menteri yang berasal dari PDIP tersebut.
"Karena akar permasalahannya di situ ketika PPP kubu Romy meminta surat pengesahan ke Kementerian Hukum dan Ham yang saat itu dijabat Amir Syamsuddin, Pak Menteri dan Dirjen Administrasi Hukum (AHU) menolak karena konsisten pada pasal 23, 32, dan 33 undang-undang nomor 2 tahun 2011," ujarnya dalam siaran persnya, Kamis (4/1).
Menurut Humprey, Kemenkumham secara tegas menolak melalui surat Dirjen AHU pada tanggal 25 September 2014 yang menyebut, konflik kepengurusan partai harus diselesaikan Mahkamah Partai dan Pengadilan. "Namun hal itu berubah setelah Pak Yasonna resmi menjabat. Karena ternyata dia mengesahkan PPP kubu Romy," kata dia.
Humphrey menjelaskan, dari situ awal mula konflik PPP terjadi dan semakin berbelit-berbelit hingga saat ini. Oleh sebab itu, dia meminta agar Menkumham Yasonna seyogianya dapat berlaku adil dengan mematuhi peraturan yang ada.
Pasca keputusan sepihak Menkumham tersebut, PPP Djan Faridz memenangkan putusan Mahkamah Agung 504 dan 601 yang mana dalam putusan tersebut mengembalikan seluruh sengketa partai politik ke mahkamah partai. PPP Djan Faridz juga merupakan PPP yang dibentuk oleh muktamar dengan prosedur yang ditentukan oleh Mahkamah Partai DPP PPP dalam putusan nomor 14/2014.
"Saya mengingatkan, sebagai menteri dalam kabinet Presiden Jokowi, Pak Yasonna dapat loyal dan mematuhi hukum pengadilan terutama yang berkaitan dengan partai. Sebab salah satu program nawa cita Presiden Jokowi adalah memberikan prioritas pada upaya kepercayaan publik pada instansi-instansi demokrasi melalui sistem kepartaian, pemilu dan lembaga perwakilan," jelas dia.