REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Tiga ekor Lumba-lumba, Satu jenis Hidung Botol dan dua lainnya jenis lumba-lumba Poemintal sengaja ditangkap di perairan kepulauan Karimunjawa, Jepara, Jawa Tengah. Lumba-lumba tersebut dimasukan ke dalam kolam dangkal yang berisi lebih dari 30 ekor Hiu di Pulau menjangan besar, Karimunjawa, Jawa Tengah.
''Kondisi lumba-lumba dalam kolam tersebut sangat memperihatinkan, karena stres dan tubuh mereka penuh luka ditambah lagi dalam kolam tersebut dipenuhi Hiu yang terlihat sesekali menyundul lumba-lumba tersebut,'' kata Benvika, koordinator Jakarta Animal Aid Network (JAAN), dalam siaran persnya, Rabu (3/1).
Tim JAAN tiba dilokasi pada Jumat (15/12), bersama dengan Balai Taman Nasional Karimunjawa, BKSDA Jawa Tengah, PolAir Polda Jawa Tengah, Pos AL Karimunjawa dan Unsur muspika Karimunjawa. Tim tersebut melakukan observasi dan penutupan sementara kolam hiu dari pengunjung.
Menurut Benvika, kurang dari 48 jam, dua ekor lumba-lumba (satu lumba-lumba jenis hidung botol dan satu jenis lumba-lumba pemintal) tidak berhasil selamat walaupun tim telah melakukan aksi cepat. Lumba-lumba yang masih bertahan akhirnya di relokasi dari Pulau Menjangan Besar ke seapen (Kandang laut) di Pulau Kemujan, Karimunjawa untuk di observasi dan akhirnya berhasil dilepasliarkan kembali kehabitatnya.
Kandang laut (seapen) yang berada di Pulau Kemujan, Karimunjawa ini merupakan tempat untuk merehabilitasi dan merawat lumba-lumba, baik yang berasal dari sirkus maupun yang terluka dan terdampar untuk kemudian dilepasliarkan kembali ke habitatnya. Seapen yang dibangun pada Tahun 2011 itu merupakan satu-satunya kandang laut permanen pertama di Indonesia untuk merehabilitasi lumba-lumba, dibawah dukungan Dolphin Project, JAAN dan bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Balai Taman Nasional Karimunjawa dan Balai Besar KSDA Jawa Tengah.
''Penangkapan ilegal di habitat asli lumba-lumba terus terjadi, praktik pentas lumba-lumba dan aneka satwa tidak mempresentasikan sebuah proses didik yang beresensi, dan malahan melecehkan nilai edukasi dan konservasi,'' lanjut Benvika.
Edukasi dan konservasi yang diklaim oleh sirkus satwa hanyalah tabir pembenaran eksploitasi satwa liar untuk hiburan dan kepentingan komersial belaka. Praktik edukasi yang salah ini akan mencetak generasigenerasi baru Indonesia yang tidak terpuji, mengancam kelestarian satwa liar di habitat alaminya, serta mendorong penangkapan dan perdagangan ilegal satwa liar.
''Pertunjukan sirkus lumba-lumba keliling ini telah menuai gelombang protes dari masyarakat dunia. Hanya Indonesia satu-satunya negara yang masih membiarkan ini berlangsung,'' tegasnya.
JAAN dan Kelompok pembela hak-hak satwa lainnya akan tetap memantau dengan seksama proses hukum terhadap para pelaku, karena menangkap dan memelihara lumba-lumba secara illegal merupakan pelanggaran tehadap Undang-undang No. 5 Tahun 1990. Benvika juga meminta kepada Presiden Republik Indonesia untuk menghentikan eksploitasi (Sirkus keliling) lumba-lumba, karena tidak sesuai dengan kaidah kesejahteraan satwa.
''Akibat sirkus keliling, banyak lumba-lumba yang ditangkap secara illegal dan menghabiskan tahun-tahun mereka dalam bisnis pertunjukan,'' terangnya.