Rabu 03 Jan 2018 21:08 WIB

Perludem Tagih Janji Putusan MK Soal UU Pemilu

Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat (tengah) bersama Hakim MK, Maria Farida Indriati (Kiri), Anwar Usman (kedua kiri), Suhartoyo (Kanan) dan I Dewa Gede Palguna ( kedua kanan) membacakan putusan sepuluh perkara PUU, di ruang sidang gedung MK, Jakarta, Selasa (12/12).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat (tengah) bersama Hakim MK, Maria Farida Indriati (Kiri), Anwar Usman (kedua kiri), Suhartoyo (Kanan) dan I Dewa Gede Palguna ( kedua kanan) membacakan putusan sepuluh perkara PUU, di ruang sidang gedung MK, Jakarta, Selasa (12/12).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini berharap Mahkamah Konstitusi (MK) memenuhi janjinya untuk memutus perkara pengujian UU Pemilu pada awal Januari ini. 

Titi mengatakan setidaknya yang paling krusial soal ketentuan persyaratan parpol untuk menjadi peserta pemilu yang diuji materi oleh beberapa parpol baru berkaitan dengan apakah partai peserta pemilu yang lalu perlu diverifikasi faktual atau tidak. "Ini perlu segera ada kepastian mengingat KPU saat ini sedang lakukan verifikasi faktual dan pada pertengahan Februari akan menetapkan parpol peserta pemilu 2019," kata Titi dalam siaran persnya kepada Republika.co.id, Rabu (3/1).

Menurutnya, KPU harus dapatkan kepastian hukum soal verifikasi parpol karena akan banyak konsekwensinya bagi KPU untuk merespon Putusan MK, terutama jika seandainya MK memutuskan bahwa semua parpol wajib diverifikasi faktual.

Selain itu, lanjut Titi, putusan pengujian pasal 222 UU 7/2017 terkait ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold). Sidang terakhir sudah beres sejak 13 November 2017 dan kesimpulan para pihak sudah disampaikan sejak sebelum akhir November 2017. 

"Mestinya sudah cukup waktu bagi MK untuk membacakan Putusan atas perkara ini. Agar parpol-parpol dan KPU bisa dapatkan kepastian hukum terkait peta pencalonan presiden apakah setiap parpol bisa mengusung calon atau tidak," kata Titi.

Konsekwensinya, kata Titi, yakni KPU perlu membuat aturan pelaksaan lebih lanjut dan parpol-parpol perlu kepastian terkait bangunan koalisi yang ingin dibentuk.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement