REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang memvonis pidana terdakwa Maruly Hendra Utama (44 tahun) selama delapan bulan penjara. Vonis dijatuhkan lantaran status Maruly akun media sosial (Medsos),
Dosen FISIP Universitas Lampung (Unila) tersebut terbukti bersalah mencemarkan nama baik Rektor Unila Hasriadi Mat Akin dan Dekan FISIP Unila Syarif Makhya.
Ketua Majelis Hakim Nirmala Dewita menyatakan, terdakwa telah terbukti dan sengaja secara sah melakukan perbuatan tindak pidana, menyebarluaskan informasi elektronik tanpa izin dari pejabat yang berwenang dab berisi pencemaran nama baik orang lain.
"Menjatuhkan hukuman kepada terdakwa dengan pidana penjara selama delapan bulan dikurangi masa tahanan," kata Nirmala saat membacakan vonis terdakwa Maruly.
Dalam amar putusannya, ketua majelis hakim yang beranggotakan dua hakim anggota Salman Alfarasi dan Ismail Hidayat menyebutkan, bahwa berdasarkan fakta persidangan pada 18-20 Januari 2017 terdakwa terbukti menulis di akun Facebook menyebut nama rektor dengan sebutan 'bandit tua.' Tulisan tersebut disebarkan sehingga perbuatan terdakwa dapat diakses dan dilihat orang lain.
Tulisan terdakwa tersebut, membuat saksi korban merasa terganggu privasinya karena nama baiknya sudah dicemarkan oleh terdakwa tanpa bukti-bukti yang jelas. Majelis hakim menilai, bahwa terdakwa secara sah dan meyakinkan melakukan tidak pidana KUHP, terdakwa harus mempertanggungjawabakanya.
Setelah majelis hakim memvonis delapan bulan penjara lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum setahun penjara, terdakwa ditahan tetap berada di tahanan.
Sebelumnya, majelis hakim menolak permohonan eksepsi terdakwa yang disampaikan pengacaranya Hendri Ardiansyah, dan terdakwa bersikukuh bahwa terkait tulisannya di media sosial atau akun Facebook-nya tidak dinilai mencemarkan nama baik orang lain. Dosen Sosilogi FISIP Unila tersebut ditahan di Rutan Wayhuwi, Sukarame, Bandar Lampung.
Pada sidang sebelumnya, JPU Andriyarti mendakwa Maruly dengan pasal berlapis. Pertama Pasal 51 ayat 2 Jo Pasal 36 Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Kedua, Pasal 310 ayat 2 KUHP tentang Pencemaran Nama Baik.
Kasus pencemaran nama baik rektor dan dekan FISIP Unila tersebut, terungkap dari pengacaranya, Hendri. Kliennya dilaporkan Syarief Makhya (dekan FISIP) karena diduga melanggar Pasal 51 ayat 2 Jo Pasal 36A Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan Pasal 45 ayat (3) Jo Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Kasus ini bermula saat 19 Oktober 2016, kliennya melalui surat melaporkan Dadang Karya Bakti yang diangkat sebagai Wakil Dekan III bidang Kemahasiswaan. Menurut Maruly, Dadang dituding pernah melakukan pemerasan, dan ia menilai tak layak dijadikan sebagai Wakil Dekan III.
Karena laporan dan kritikannya tidak digubris, akhirnya kekesalannya ditumpahkan lewat status Facebook miliknya, Maruli Tea. Ia menyebut Wadek III FISIP Unila yaitu Dadang Karya Bakti sebagai bandit.
Kemudian Dekan FISIP Unila disebut senyum bandit dan Rektor Unila sebagai bandit tua. Atas status medson tersebut pada 27 Februari 2017, Maruly kemudian dilaporkan korban Syarief Makhya ke Polda Lampung.