Ahad 31 Dec 2017 11:18 WIB

'Reformasi Agraria Bukan Sekadar Bagi-Bagi Sertifikat Tanah'

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andi Nur Aminah
Fadli Zon.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Fadli Zon.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaksana Tugas (Plt) Ketua DPR RI, Fadli Zon mengatakan, sepanjang 2017, dia belum melihat pemerintah Joko Widodo serius mengerjakan agenda reformasi agraria. Padahal, kata dia, masalah utama petani di pedesaan adalah ketimpangan penguasaan, pemilikan dan pemanfaatan tanah.

"Ketimpangan justru semakin melebar khususnya dalam tiga dekade terakhir. Sumber-sumber agraria di pedesaan kini dikuasai oleh korporasi," kata Fadli dalam siaran persnya, Ahad (31/12).

Ia menilai, pemerintah justru menerjemahkan agenda reforma agraria sebagai agenda bagi-bagi sertifikat tanah. Padahal, bagi mereka yang belajar kajian agraria, tahapan awal dari reforma agraria adalah registrasi tanah.

Karena, sambung Fadli, tujuannya adalah untuk mengetahui tingkat ketimpangan pemilikan tanah. Sementara, sertifikasi adalah tahapan paling akhir. "Bukankah menggelikan di satu sisi pemerintah menjanjikan reforma agraria, namun tanah obyek reforma agrarianya sendiri tidak jelas?" ucapnya.

Lebih ironis lagi, lanjutnya, selama masa pemerintahan Jokowi, konflik agraria justru meningkat drastis. Selama tiga tahun pemerintahan Jokowi-JK, menurut data KPA (Konsorsium Pembaruan Agraria, red), terjadi sebanyak 1.361 konflik agraria. Dari jumlah tersebut, 659 konflik agraria terjadi pada 2017. Dibanding 2016, konflik agraria yang terjadi pada 2017 meningkat hingga 50 persen.

"Sekali lagi, saya ingin mengingatkan kembali pemerintah bahwa indikator keberhasilan pembangunan bukanlah berapa ribu kilometer jalan tol yang berhasil diselesaikan, namun apakah para petani, nelayan, dan rakyat kita secara umum kehidupannya semakin membaik atau tidak," tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement