REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pergantian tahun 2017 menuju 2018 sudah di depan mata. Sejumlah pihak menyebut tahun 2018 adalah tahun politik mengingat Pilkada 2018 dan tahapan Pemilu 2019 akan berlangsung di 2018.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyebut tahun 2018 adalah tahun politik penuh. "Tahun besok 2018 saya sebut tahun politik penuh karena awal 2019 semua suksesi di gabung, semua pemimpin nasional dipilih bersamaan; (pemilihan) @DPR_RI, DPD, Presiden dan wakilnya," ujar Fahri dalam cuitan yang ia beri judul #CatatanTahunke4 yang ia unggah di akun Twitternya pada Sabtu (30/12).
Menurut Fahri, itu artinya suka atau tidak suka, tahun 2018 akan penuh dengan dinamika politik. Karena itu, melalui catatan tersebut ia hendak mengingatkan Presiden Joko Widodo dalam menyikapi tahun politik tersebut. Menurutnya, baik presiden maupun pihak lainnya sudah tidak bisa berargumen untuk menghentikan keributan di 2018.
"Presiden dan kita semua tidak bisa lagi bicara hentikan keributan, tahun 2018 adalah tahun ribut, suka atau tidak. Semua negara demokrasi yang ada proses pemilu luber jurdil (jujur dan adil) gitu. Karena dalam demokrasi, semua suksesi itu terjadwal. Kompetisi terjadwal," kata Fahri.
Karena itu, Fahri meminta agar pertarungan politik tersebut sebaiknya difasilitasi untuk menjadi kegembiraan, dan tidak disumbat yang kemudian justru nantinya akan meledak. Menurutnya, sudah saatnya memberi kepercayaan terhadap rakyat.
Namun jika dalam perkembangannya, banyak kritik terhadap pemerintah, sebaiknya jangan kemudian menjadi antipatui. "Ya terimalah. Itu konsekwensi berkuasa. Jangan khawatir. Tahun 2018 besok, ada banyak orang yang akan turun ke gelanggang melakukan kritik kepada pemerintah. Mungkin kemarin tiga tahun libur, karena sibuk atau menahan diri. Tapi tahun 2018 orang semuanya ingin jadi pemain, mereka akan ambil bagian," kata Fahri.
Fahri melanjutkan, ia mengingatkan agar tim pejawat yang akan kembali maju di Pemilihan Presiden 2019 mendatang mempersiapkan diri untuk pertahanan diri. Sebab menurut dia, hal ini penting agar jangan di tengah perjalanan tahun politik tersebut, ada dua sikap ektrim yang dilakukan tim pejawat yakni pemerintah. "Pertama menganggap ini sebagai upaya menjatuhkan pemerintah atau kedua, menganggap pemerintah nggak perlu nanggapin. Ini bisa berbahaya," kata dia.
Sebab, kata Fahri, menganggap adanya kritik merupakan bentuk upaya menjatuhkan pemerintah adalah terlalu berlebihan. Hal ini karena secara rasional, tidak terlalu beralasan.
"Keterlaluan, sebab ngapain menjatuhkan pemerintah orang pemilu setahun lagi kok. Jadi justru menaiknya udara dan suhu politik dalam demokrasi itu biasa. Hadapilah dengan baik. Tapi menganggap itu semua tidak perlu dilayani juga bahaya. Sebab catatan saya 3 tahun ini pemerintah kurang menanggapi politik dan kritik. Sebab kalau tidak yang akan rugi petaha sendiri. Ini sebenarnya rahasia. Tapi buat Pak Jokowi kita kasih," kata Fahri seraya menyelipkan emoji bercanda.
Sebagai penutup, Fahri berharap pengelolaan politik di 2018 lebih sehat. "Semoga bangsa kita dapat melalui tahun politik secara baik dan selamat," katanya.