Kamis 28 Dec 2017 07:34 WIB

Masalah Pertanahan Dominasi Pelaporan di Ombudsman Jatim

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Hazliansyah
Logo Ombudsman RI
Logo Ombudsman RI

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Plh Kepala Perwakilan Ombudsman Jatim Muflihul Hadi mengungkapkan, pada periode 30 September 2016 hingga 30 September tahun ini ada sebanyak 374 laporan yang masuk. Hingga kini, laporan yang telah diselesaikan sudah sebanyak 325 kasus, atau mencapai 88 persen.

"Sebenarnya kalau target dari pusat dalam kurun waktu satu tahun itu 90 persen laporan terselesaikan. Ya kita agak melenceng sedikit dari target," kata Muflihul dalam pemaparannya di Kantor Ombudsman RI perwakilan Jatim, Jalan Ngagel Timur, Surabaya, Rabu (27/12).

Muflihul menjelaskan, dari 374 laporan yang masuk, substansi terbanyak mengenai pertanahan yang mencapai 89 laporan atau 23,80 persen. Dia kemudian menjelaskan beberapa permasalahan terkait pertanahan yang banyak dilaporkan ke Ombudsman Jatim.

"Salah satunya misal ada masyarakat yang sudah tinggal lama di wilayah perhutanan. Karena merasa sudah memiliki, mereka tak terima saat diminta pergi karena lahan mau dipakai. Lapor /lah ke kita," terang Muflihul.

Selain pertanahan, substansi pelaporan yang juga banyak diterima Ombudsman Jatim adalah terkait kepolisian yang mencapai 65 laporan atau 17,38 persen. Muflihul menjelaskan, kebanyakan yang dilaporkan terkait substansi tersebut adalah soal lambannya penanganan kasus.

"Kebanyakan pelapor merasa kasusnya di kepolisian lamban. Ya meskipun sebenarnya kasus-kasus yang di kepolisian tidak semua bisa diproses dengan cepat kalau kasus besar," ujar Muflihul.

Di posisi ketiga, substansi laporan yang banyak diterima Ombudsman Jatim adalah soal administrasi kependudukan yang mencapai 32 laporan atau 8,56 persen. Menurut Muflihul, kasus yang banyak terjadi dalam substansi laporan tersebut adalah masalah pecah Kartu Keluarga (KK).

Contoh kasus, satu keluarga yang terdiri dari suami, istri, dan anak-anaknya memiliki satu KK. Kemudian pasangan suami-istri tersebut bercerai dan tinggal di tempat berbeda. Untuk membuat KK baru, mereka harus membawa KK yang lama. Namun, kebanyakan mereka tidak bisa menunjukkan di mana KK lama tersebut.

"Mungkin karena kebanyakan perceraiannya tidak dengan baik-baik, jadi KK-nya ada yang sengaja dihilangkan atau karena dibawa pasangan sebelumnya yang sudah tinggalnya jauh," kata Muflihul.

Selain permasalahan tersebut, ada juga pengaduan soal lambannya pembuatan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP el). Namun, lanjut Muflihul, pelaporan terkait permasalahan KTP el ini tidak terlalu banyak.

Sementara itu, untuk kelompok instansi terlapor, yang paling banyak adalah pemerintah daerah (Pemda). Pemda yang dimaksud di sini adalah dari tingkat lurah, camat, Satuan Kerja Perangkat Dadrah (SKPD) dan lain sebagainya. Pelaporan Pemda ke Ombudsman Jatim mencapai 151 kasus, atau setara 40,37 persen.

"Selain Pemda, yang banyak juga adalah kepolisian yaitu 64 laporan atau 17,11 persen dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebanyak 38 kasus atau 10,16 persen dari total laporan yang masuk," kata Muflihul.

Muflihul juga menjelaskan kota yang paling banyak dilaporkan ke Ombudsman Jatim. Kota Surabaya menjadi kota terbanyak dengan 163 laporan atau setara 43,58 persen dari total laporan. Posisi kedua ditempati Sidoarjo dengan 35 laporan, atau setara 9,36 persen, dilanjutkan Malang 17 laporan atau 4,55 persen.

"Kalau Surabaya ini kan karena dekat jadi mereka mudah saja melapor. Kalau daerah yang jauh-jauh kan mungkin karena merasa jarak terlalu jauh jadi banyak yang enggak melapor," ujar Muflihul.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement