REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Mochamad Afifudin, mengatakan Pilkada serentak 2018 akan banyak diwarnai gugatan sengketa pemilihan. Jarak waktu pelaksanaan antara pilkada, pileg dan pilpres yang berdekatan menjadi penyebab tingginya potensi sengketa ini.
"Pilkada serentak 2018 sangat mungkin diwarnai banyak gugatan sengketa, sebab kemeriahannya akan seperti Pemilu yang dilaksanakan di tahun berikutnya (2019), sehingga saling berkaitan," ujar Afif kepada wartawan di D Hotel, Setiabudi, Jakarta Selatan, Selasa (26/12).
Dia menjelaskan, pemungutan suara Pilkada 2018 dilaksanakan pada 27 Juni. Tidak lama kemudian, yakni pada Agustus, parpol yang menjadi peserta Pemilu 2019 akan mengumumkan dukungannya terhadap calon presiden masing-masing.
Proses yang hampir bersamaan ini berpengaruh terhadap suhu politik Pilkada. Sebab, hasil di Pilkada 2018 akan berdampak terhadap Pemilu 2019.
Adapun gugatan sengketa yang dimaksud Afif terkait dengan proses pencalonan, dugaan pelanggaran dalam Pilkada dan hasil Pilkada 2018 itu sendiri. Saat ini oun, kata dia, sudah banyak gugatan yang diajukan oleh calon kepala daerah yang maju dari jalur independen. Mereka merasa tidak puas karena tidak lolos sebagai calon kepala daerah dari jalur perseorangan tersebut.
"Kebersamaan proses ini yang memang agak membuat situasi menjadi serius, jadi ramai, jadi harus kita antisipasi. Salah satu cara antisipasi ini dengan menerbitkan indeks kerawanan pilkada (IKP) 2018, melakukan pelatihan penanganan sengketa Pilkada kepada pengawas pemilu dan sebagainya," kata Afif.