REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- Kehadiran hukum dan penegakan hukum dalam lingkungan masyarakat adalah untuk mengintegrasikan dan mengoordinasikan kepentingan-kepentingan yang bertentangan antara satu sama lain.
Berangkat dari hal tersebut, Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakata (FH UMY) bersama Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Yogyakarta menyelenggarakan diskusi hukum akhir tahun 2017 bertajuk 'Nasib dan Optimisme Penegakan Hukum Di Yogyakarta' di ruang sidang Fakultas Hukum UMY, Rabu (20/12).
Acara tersebut digelar untuk menambah pemahaman dan berdiskusi terkait penegakan hukum terhadap anak. Ketua Ikadin DPC Yogyakarta, Taufiqurrahman menyampaikan bahwa saat ini penegakan hukum di Indonesia masih memprihatinkan. Hal ini bisa dilihat dari beberapa kasus yang ditangani aparat hukum sangat lamban, khususnya dalam melakukan proses penyidikan.
Ia mengambil contoh beberapa waktu lalu pernah terkuak kasus penganiayaan bayi berumur enam bulan di daerah Bantul, Yogyakarta. Ketika pihak Ikadin mengawal kasus tersebut dan meminta pihak aparat hukum untuk menangani kasus tersebut, ternyata sangat memprihatikan karena lambannya proses penyidikan dan visum dari aparat hukum.
"Padahal sudah jelas fakta dan pelakunya di lapangan. Bahkan sampai proses pengadilan masih dipersulit dalam memutuskan hukuman kepada pelaku,” ujarnya.
Untuk itu, lanjut dia, sebagus apapun peraturan perundang-undangan jika aparatnya tidak sigap dan lamban dalam menangani kasus, maka penegakan hukum akan berjalan secara lambat.
Dekan Fakuktas Hukum UMY, Trisno Raharjo mengatakansemua proses hukum terhadap kasus anak seharusnya ditangani dengan cepat. Karena hal tersebut akan mempermudah dalam menuntut para pelaku kejahatan.
"Kalau kita melihat kasus kejahatan pada 2016, menurut Badan Pusat Statistik terdapat 350 ribu tindakan kejahatan di Indonesia dan korbannya mencapai dua juta orang. Untuk di DIY sendiri terdapat 9692 kasus kejahatan yang terlapor dan tidak menutup kemungkinan masih banyak kasus yang tidak terlapor,” kata dia.
Sementara, lanjut Trisno, pada 2017, di Yogyakarta masih banyak tindak kejahatan seperti tindakan vandalisme, klitih, penganiayaan, dan ujaran kebencian. Maka dari itu, ia menilai yang paling penting adalah melindungi hak-hak anak dan meningkatkan pengembangan anak melalui pendidikan.
Karena menurutnya anak merupakan nyawa Indonesia yang wajib dirawat dan dibimbing sampai benar-benar tahu membedakan tindakan yang baik serta buruk dan negara wajib hadir setiap saat dalam menjamin hak-hak anak.