REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bogor menampik isu terkait adanya pungutan liar yang dilakukan petugasnya di sekitar Stasiun Bogor, Jalan Mayor Oking, Bogor. Foto karcis yang beredar di media sosial Instagram merupakan lembaran resmi dari Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor.
Kepala Seksi Perparkiran Dishub Bogor, Suratman, mengatakan, informasi di Instagram merupakan sebuah kesalahpahaman. "Memang benar ada petugas kami di sana, tapi fungsinya untuk menarik retribusi dari mereka yang parkir di zona parkir," ujarnya ketika ditemui Republika.co.id di Kantor Dishub Kota Bogor, Rabu (20/12).
Isu pungutan liar pada ojek online di sekitaran Stasiun Bogor merebak melalui akun Instagram @gojek24jam pada Selasa (19/12). Dalam unggahan, akun itu menuliskan bahwa pihaknya selalu dipungut biaya Rp 1.000 secara liar. Pungutan dilakukan setiap mengambil penumpang dari pintu keluar mobil Stasiun Bogor yang terletak di Jalan Mayor Oking.
Menurut Suratman, pungutan Rp 1.000 memang benar adanya. Tapi, tidak dilakukan secara liar, melainkan resmi. "Karena sepanjang Jalan Mayor Oking itu ada lima titik zona parkir, di mana tiap titiknya ada juru parkir yang secara legal menarik retribusi," tuturnya.
Tidak hanya motor, pungutan retribusi juga dilakukan terhadap mobil yang parkir di zona parkir dengan harga Rp 2.000. Suratman menjelaskan, apabila ada kendaraan yang terparkir di non zona parkir, maka tindakan itu bisa dibilang ilegal.
Suratman mengatakan, dari lima titik di zona parkir Jalan Mayor Oking, pendapatan dari retribusi dapat mencapai Rp 300 ribu per hari. "Itu diambil dari kendaraan yang parkir, bukan kendaraan yang mengangkut orang, seperti ojek online," ucapnya.
Isu itu juga ditampik oleh Ardian, supir ojek online (Gojek) yang kerap mangkal di Jalan Mayor Oking untuk mengangkut penumpang dari Stasiun Bogor. Selama hampir setengah tahun menjadi supir ojek online, ia tidak pernah dipungut biaya ngetem secara liar.
Ardian mengatakan, apabila memang ingin mengangkut penumpang, dirinya akan berdiam sejenak di lahan kosong dekat pintu keluar. Di situ memang banyak tukang ojek daring lain yang diam ngetem. Sebentar aja tapi, lima menitan, buat nunggu penumpang saja," tuturnya.
Menurut Ardian, hal berbeda terjadi jika memang dia memarkirkan kendaraan untuk makan ataupun sekadar beristirahat di sekitar Jalan Mayor Oking. Setelah parkir, ia akan diminta untuk membayar retribusi Rp 1.000 tiap parkir.
Berbeda dengan Ardian, supir ojek daring lainnya (Grab, Red), Joko Santoso, mengatakan, dia sempat ditagih retribusi secara ilegal sejak sepekan lalu. "Ditagih tiap mau angkut penumpang. Di karcisnya, enggak ada tulisan Pemkot, hanya ada harga Rp 1.000,' ucapnya.
Tapi, penarikan itu tidak ditemui Joko sejak Rabu (20/12). Banyak kemungkinan yang menjadi faktor penyebabnya, termasuk oknum tersebut sudah ditangkap pihak berwajib.