Selasa 19 Dec 2017 17:10 WIB

Setnov Bisa Terhindar dari Penjara Seumur Hidup Jika Jadi JC

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andri Saubani
Terdakwa kasus dugaan korupsi KTP elektronik Setya Novanto (Tengah) memasuki ruangan pada sidang perdana  di gedung Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (13/12).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Terdakwa kasus dugaan korupsi KTP elektronik Setya Novanto (Tengah) memasuki ruangan pada sidang perdana di gedung Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (13/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kabiro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah mengungkapkan salah satu cara untuk meringankan pidana dalam setiap kasus korupsi adalah terdakwa atau tersangka kooperatif selama pemeriksaan. Salah satu caranya adalah pengajuan menjadi justice collaborator, yakni status untuk terdakwa yang ingin bekerja sama dengan KPK dalam mengungkap kasus korupsi yang melibatkannya.

"Memang dengan pengajuan JC dan sikap koperatif, resiko ancaman pidana yang sampai seumur hidup atau maksimal 20 tahun dapat diturunkan," kata Febri saat dikonfirmasi, Selasa (19/12).

Febri melanjutkan, status justice collaborator akan menguntungkan terdakwa bila permohonan dikabulkan hingga di pengadilan. Sebab, status itu dapat menjadi pertimbangan KPK untuk meringankan terdakwa. Terdakwa dapat diberikan hak remisi dan pembebasan bersyarat sesuai aturan yang berlaku jika diputuskan bersalah.

"Bagi penanganan perkara pokok, hal ini juga bagus karena dapat membongkar pelaku yang lebih besar," tambahnya.

Namun, sambung Febri, sampai saat ini terdakwa kasus korupsi proyek pengadaan KTP-elektronik (KTP-el), Setya Novanto belum mempertimbangkan akan mengajukan JC seperti tiga terdakwa KTP-el lainnya, Irman, Sugiharto, dan Andi Agustinus. "Sejauh ini belum ada pengajuan (dari Setya Novanto)," ucap Febri.

Sebelumnya, Febri pernah menyatakan sikap tidak kooperatif atau menghalangi proses persidangan yang dilakukan terdakwa Novanto justru merugikan dirinya sendiri. Menurut Febri, ketua DPR RI nonaktif tersebut terancam hukuman penjara seumur hidup lantaran sikap yang tidak kooperatif, terlebih Novanto dalam dakwaannya dijerat Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

"Kalau kita baca pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 itu maka ancaman maksimalnya adalah seumur hidup atau maksimal 20 tahun," terang Febri.

Diketahui, sempat terjadi drama yang cukup panjang sebelum jaksa penuntut umum KPK membacakan surat dakwaan pada Rabu (13/12). Ketua DPR RI nonaktif itu sempat mengaku sakit dan tidak menjawab pertanyaan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta lantaran tidak mendengar apa yang ditanyakan oleh majelis hakim. Namun, menurut pemeriksaandokter KPK bersama tim dokter RSCM dan IDI, Novanto dinyatakan sehat dan bisa mengikuti persidangan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement