Selasa 19 Dec 2017 07:32 WIB

Mungkinkah Suu Kyi Menghadapi Tuduhan Genosida Atas Rohingya?

Aung San Suu Kyi
Foto:
Pengungsi Muslim Rohingnya.

Memang kekuasaan Suu Kyi atas militer Mynmar terbatas. Namun Zeid percaya bahwa seharusnya dia bisa melakukan lebih banyak hal untuk mencoba dan menghentikan kampanye militer terkait terjadinya kekerasan atas etns Rohingnya tersebut

Dia mengkritiknya Syu Kyii karena tak mau menggunakan istilah "Rohingya". "Menanggalkan nama Rohingnya dari warganya adalah tidak manusiawi sampai pada titik di mana Anda mulai percaya bahwa segala sesuatu mungkin terjadi," katanya.

Zeid pun berpikir bila pihak militer Myanmar berani melakukan tindakan brutal  itu ketika masyarakat internasional hanya berdiam diri saja. Dalam hal ini adalah ketika mereka tidak melakukan tindakan apa pun terhadap etnis Rohingnya setelah terjadinya peristiwa kekerasan pada tahun 2016.

"Saya kira militer Mynmar kemudian membuat sebuah kesimpulan bahwa mereka dapat melanjutkan semua tindakan kepada entis Rohingnya tanpa rasa takut," katanya.

“(Jadi) Apa yang kami rasakan  adalah bahwa ini benar-benar dipikirkan dan direncanakan dengan baik (oleh militer Mynmar),” kata kepada reporter BBC untuk Asia Selatan.

Terkait hal ini, pemerintah Myanmar pun telah mengatakan bahwa tindakan militer kepada etnis Rohingnya tersebut merupakan respons terhadap serangan teroris yang terjadi pada Agustus lalu di mana ada 12 anggota pasukan keamanannya yang tewas.

Tapi BBC pun telah mengumpulkan bukti yang menunjukkan bahwa persiapan untuk serangan terus berlanjut terhadap Rohingya dimulai jauh sebelum itu.

Dari data yang dihimpun Zeid menunjukkan bahwa Myanmar telah melatih dan mempersenjatai umat Buddha setempat. Dalam beberapa pekan setelah kekerasan yang terjadi pada tahun lalu itu, pemerintah Mynmar pun telah memberikan sebuah tawaran: "Setiap warga negara Rakhine yang ingin melindungi negara mereka akan memiliki kesempatan untuk menjadi bagian dari polisi bersenjata setempat."

"Ini adalah keputusan yang dibuat untuk secara efektif melakukan kejahatan keji terhadap penduduk sipil," kata Matthew Smith,

Kepala Eksekutif Organisasi Hak Asasi Manusia Membentengi ‘Fortify Rights’

yang telah menyelidiki penumpukan kekerasan di Mynmar selama tahun ini.

Laporan militer Myanmar memang kemudia menyalahkan penyerangan yang dilakukan oleh kaum militan tersebut. Ini dapat dilihat melalui berita resmi di Myanmar.

Pandangan buruk tersebut ditanggung dan berimbas kepada nasib para pengungsi di kamp-kamp yang luas di Myanmar. Para relawan pun saat itu kemudian bisa  melihat aksi para etnis tetangga Rohingya melakukan pembakaran rumah.

 "Mereka sama seperti tentara, mereka memiliki jenis senjata yang sama,” kata Mohammed Rafique, seorang pelaku bisnis asal Rohingnya yang sukses di Myanmar. “Para pelaku penyerangan itu adalah anak laki-laki lokal, kami pun mengenal mereka. Mereka datang bersama tentara membakar rumah kami, menyiksa kami. Jadi mereka ada di sana,” tegasnya lagi.

Sesudah peristiwa itu kehidupan orang Rohingya kian hari kian mengenaskan. Di Rakhine utara, pada saat musim panas lalu sempat terjadi kekurangan makanan musim yang meluas. Meski begitu  pemerinah pemerintah Mynmar terus memperketat pengepungan.

Bahkan, mulai pertengahan Agustus pihak berwenang di Mynmar telah memotong hampir semua makanan dan bantuan yang akan dikirimkan ke wilayah Rakhine utara. Kala itu hanya tentara saja yang bisa membawa bantuan kepada orang-orang Rohingnya tersebut.

Pada tanggal 10 Agustus lalu, dua pekan sebelum serangan militan tersebut, dilaporkan bahwa sebuah batalion telah diterbangkan. Kala itu pihak perwakilan hak asasi manusia PBB untuk Myanmar pun sudah menyatakan merasa sangat khawatir. Maka mereka  mengeluarkan sebuah peringatan kepada publik untuk mendesak pengunduran pengiriman tentara itu kepada pemerintah Myanmar.

Namun himbaun itu tak terwujud sebab  gerilyawan Rohingya pada saat itu melakukan serangan terhadap 30 pos polisi dan sebuah pangkalan militer. Aksi ini tentu saja segera mendapat tanggapan militer Mynmar. Mereka melakukan  penyeranga balik dengan skala yang sangat besar, sistematis, dan menghancurkan.

Wartawan BBC pun meminta Aung San Suu Kyi dan kepala angkatan bersenjata Myanmar untuk menanggapi peristiwa itu. Tapi keduanya tidak menjawab.

Dan, hampir empat bulan berlalu dari serangan tersebut Zeid Ra'ad Al Hussein kembali mengakui bila dirinya sangat khawatir bila kekerasan terhadap etnis Rohingnya terus berlanjut. Dia khawatir peristiwa tersebut malah dapat menjadi fase pembukaan dari munculnya kasus kekerasan lain yang jauh lebih buruk.

Pada saat yang sama, Zeid juga khawatir bila kelompok jihad dapat segera terbentuk di kamp-kamp pengungsian besar di Bangladesh. Mereka dipast\tikan akan melancarkan seranasgan di Myanmar, bahkan mungkin akan menargetkan kuil-kuil Budha. Hasilnya bisa semakin runyam sebab konfkik kekerasan ini akan berubah denga apa yang disebut "konfrontasi konfesional" - antara umat Buddha dan Muslim.

Adanya situasi ini jelas mengkhawatirkan para komisaris HAM PBB. Meski begitu mereka masih percaya bila tidak akan terjadi hal yang sampai seburuk atau seserius itu di Mynmar.

"Maksud saya taruhannya saat itu sangat besar. Cara sembrono semacam ini yang membuat kekhawatiran serius masyarakat internasional,” katanya.

"Maksud saya (bila terjadi konfrontasi konfensional), taruhannya menjadi sangat besar. Cara sembrono semacam ini membuat kekhawatiran serius bagi masyarakat internasional. Dan benar-benar mengkhawatirkan."

sumber : bbc.com
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement