Rabu 13 Dec 2017 06:46 WIB

Aturan Aborsi di RKUHP tak Berpihak kepada Korban Perkosaan

Rep: Fergi Nadira/ Red: Agus Yulianto
Ketua Harian Yayasan Kesehatan Perempuan, Zumrotin K Susilo
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Ketua Harian Yayasan Kesehatan Perempuan, Zumrotin K Susilo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Rumusan RKUHP membuat perempuan yang mengalami kehamilan akibat pemerkosaan, dan tenaga kesehatan yang memberikan pertolongan ataupun pendamping, dapat dikenai sanksi pidana.

Pengaturan pengguguran kandungan dalam RKUHP ini terdapat dalam dua bab. Yaitu Bab XIV tentang Tindak Pidana Kesusilaaan Bagian Keenam. Bab ini mengatur tentang pengobatan yang dapat mengakibatkan gugurnya kandungan (Pasal 501). Kemudian Bab XIX tentang Tindak Pidana terhadap Nyawa. Pada bagian kedua bab ini menyangkut tentang pengguguran kandungan (Pasal 589, 590, 591, dan 592).

Yayasan Perempuan Indonesia yang diwakili Zumrotin K Susilo beserta Yayasan Kesehatan perempuan, serta Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menampik rumusan RKUHP yang sangat bertentangan dengan UU No 36 tahun 2009 tentang kesehatan. UU ini menyatakan serta mengatur tindakan pengguguran kandungan yang diperkenankan untuk kasus perkosaan dan indikasi kedaruratan medis.

Zumrotin mengatakan, di negara berkembang, seperti Indonesia, kasus kehamilan yang berakhir dengan aborsi sangat banyak jumlahnya. Survei di 2003 di sepuluh kota besar telah dilakukan dengan hasil yang mencengangkan.

"Hasilnya mengagetkan. Aborsi 88 persen dilakukan perempuan menikah dan 22 persen perempuan tidak menikah. Penyebabnya antara lain kemiskinan, kegagalan KB, dan suami yang tidak bertanggung jawab," ujar Zumrotin pada diskusi media dengan tema "Aturan Pengguguran Kandungan di RKUHP Tidak Berpihak pada Korban Perkosaan", di Jakarta, Selasa (12/12).

PP No 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi dan Permenkes No 3 Tahun 2016 tentang Pelatihan dan Penyelenggaran Pelayanan aborsi atau indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan, menjelaskan rinci prosedur pemberian layanan ini.

"Dalam peraturan itu sudah diatur ketentuan pelayanan pengguguran kandungan aman yang bertujuan untuk menyelamatkan perempuan berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan," ujarnya.

Oleh karena itu, Zumrotin mengatakan, seharusnya UU dan KUHP dirumuskan dan disahkan untuk perlindungan terhadap masyarakat Indonesia. Dalam hal ini khususnya perlindungan akan kesehatan dan kesejahteraan perempuan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement